Dalam beberapa tahun belakangan, aku mendengar beberapa orang yang sudah tua, ingin menikah lagi. Tentu saja status mereka sudah duda atau janda. Tapi, ada saja yang memberi komentar miring.
Aku definisikan mereka sebagai tua karena usianya sudah jelang kepala enam atau di atas kepala enam. Aku tak terlalu paham detail mengapa orang-orang tua itu ingin kembali menikah. Tapi apapun alasannya, sah-sah saja untuk kembali menikah.
Dari fakta yang aku ketahui, mereka menikah atau ingin menikah dengan sesama tua. Jadi mungkin ingin mengisi masa tua secara bersama? Mungkin juga merasa masih perkasa? Entahlah.
Nah, kadang ada juga yang memberi komentar miring. Misalnya, ada yang menilai bahwa kalau sudah tua fokus ke kehidupan masa tua saja, tak perlu mikir menikah. Ada yang menilai orangtua yang nikah lagi sebagai keganjenan.
Ada juga anak yang tak sepakat orangtuanya menikah lagi. Bahkan, ketidaksepakatannya sampai taraf boikot. Mungkin karena mereka tak siap memiliki orangtua baru.
Tapi kalau bagi saya, jika ada orangtua ingin menikah lagi setelah menyandang status single, ya tak masalah. Asal keduanya sama-sama sepakat untuk menikah, mengapa tak dinikahkan saja.
Jika saya menjadi anak pun akan mempersilakan jika orangtua ingin menikah lagi. Paling hanya memberi masukan saja, tapi tak sampai memboikot.
Ya saya pikir orang tua juga berhak untuk bahagia. Tentu bahagia yang tidak melanggar aturan atau kepantasan. Kalau mereka ingin menikah untuk bahagia, ya jangan dihalangi.
Soal bahwa anak nanti akan adaptasi dengan orangtua baru, ya tak masalah. Wong orangtua saja harus beradaptasi dengan menantunya. Apalagi jika banyak menantu, orangtua makin banyak beradaptasi. Apa salahnya jika kini si anak yang adaptasi. Jangan sampai di masa tua malah mereka dibatasi bahagianya.
 Tapi di sisi lain, jangan juga memaksa orangtua menikah. Kalau memang tak mau menikah dan memilih sendiri, ya jangan dipaksa juga.