Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat di dunia. Tapi, jumlah itu tak berbanding lurus dengan prestasi dunia olahraga di olimpiade. Sedih melihatnya.
Tengoklah Tiongkok yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia yang sering di papan atas peraih medali emas Olimpiade. Amerika Serikat, negara penduduk terbanyak ketiga, juga selalu ada di papan atas klasemen Olimpiade.
Paling India yang prestasinya tak seberapa di Olimpiade. India adalah negara dengan penduduk dua terbanyak di dunia. Namun, sekalipun tak bagus di Olimpiade, India stabil di level Asian Games.
Dalam lima Asian Games belakangan, India selalu mendapatkan sepuluh sampai belasan medali emas. Indonesia? Hanya bagus saat jadi tuan rumah pada 2018. Selebihnya, tak bagus. Jangankan Asian Games, Sea Games saja sudah babak belur.
Kiprah Indonesia di Olimpiade tak pernah lebih baik dari 1992. Artinya, sejak Olimpiade 1992, Indonesia tak pernah lagi mendapatkan dua medali emas.
Ingat kan pada 1992 Indonesia dapat dua medali emas dari Susy Susanti dan Alan Budikusuma yang keduanya dari bulutangkis. Setelah 1992, Indonesia belum pernah dapat dua medali emas.
Capaian satu medali emas Indonesia di Olimpiade 2016 sudah disamai negara tetangga yang kecil yakni Singapura. Vietnam juga sudah bisa dapat medali emas di Olimpiade 2016. Berapa sih jumlah penduduk Singapura dan Vietnam?
Dengan Thailand, kita sudah kalah. Berapa sih penduduk Thailand? Saya masih ingat pada 1992 Thailand belum bisa dapat medali emas. Empat tahun kemudian mereka dapat satu medali emas dari petinju Somluck Kamsing.
Setelahnya mereka cukup bagus. Lima tahun lalu mereka mendapatkan dua emas, dua perak, dua perunggu, sebuah pencapaian yang belum pernah didapatkan Indonesia. Pencapaian terbaik Indonesia adalah 2 emas, 2 perak, 1 perunggu pada 1992.
Apa Sih Masalahnya?
Yang tahu masalahnya ya insan olahraga. Saya tak tahu masalahnya. Tapi saya coba lihat film India berjudul Dangal. Film yang bercerita tentang pegulat putri India.
Yang saya ingat, ada sebuah adegan di mana sang ayah meminta dana untuk membeli matras. Tapi otoritas olahraga gulat setempat bilang tak ada dana untuk pembinaan. Dananya tersedot untuk hal yang tak urgen bagi dunia gulat.
Saya sekali lagi tak paham bagaimana realitas di negara kita. Apakah seperti film Dangal itu, di mana dana olahraga terserap entah ke mana?
Atau karena memang kebijakan pemerintah tak berpihak pada olahraga? Tak tahulah. Padahal ya, jika olahraga bisa maju, bisa memberi efek yang luar biasa.
Contoh saja, jika banyak pesepak bola kita main di Eropa, berapa duit yang akan mengalir ke negara kita? Jika banyak olahragawan berprestasi, berapa anak akan terpacu berolahraga dan menghindari narkoba.
Ah tapi sudahlah. Sudah lama melihat olahraga Indonesia menyedihkan. Kadang tak tega juga mendorong anak jadi olahragawan profesional jika kondisi olahraga tak memberi kebangaan dan masa depan yang cerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H