Wisata halal menurut saya lebih erat kaitannya dengan proyek ekonomi daripada soal agama. Hal itu saya simpulkan setelah saya pernah mengikuti seminar online soal wisata halal tahun lalu.
Dasar wisata halal adalah makin banyaknya  muslim di dunia. Tahun 2050, sepertiga dari penduduk dunia adalah muslim. Statistik itu tentu sangat menggiurkan secara ekonomi.
Karena itu, ada pandangan bagaimana menarik umat Islam untuk berwisata. Supaya umat Islam mau berwisata dengan tenang, tentunya disiapkan segala tetek bengek kepentingan muslim.
Misalnya, ada makanan halal, ada tempat beribadah, ada toilet yang memadai. Sehingga, umat Islam yang akan berwisata di tempat itu jadi tenang. Umat Islam tak harus pusing memikirkan tempat ibadah atau makanan halal.
Coba kalau tempat wisata tak menjamin kebutuhan umat Islam, tentu akan ada yang kurang. Imbasnya, umat Islam enggan ke tempat wisata tertentu karena tak memberi kemudahan bagi wisatawan Muslim.
Setahu saya, negara yang mayoritas penduduknya bukan Islam, sudah mulai menjajaki wisata halal. Kenapa? Ya supaya umat Islam yang jumlahnya membengkak itu bisa datang untuk menambah keuntungan bagi negara itu.
Jadi, dari seminar itu saya memahami bahwa wisata halal adalah upaya murni ekonomi dengan brand yang menarik minat umat Islam. Kalau ada yang berpikir macam-macam soal wisata halal ya terserah.
Tapi sepemahaman saya, wisata halal adalah proyek ekonomi dengan memanfaatkan jumlah penduduk muslim di dunia yang terus membengkak. Kalau Indonesia mengembangkan wisata halal, saya pikir juga untuk menarik pelancong muslim.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H