Marmo pun tak sadar. Mungkin konsentrasinya terganggu dengan suaranya sendiri. Jadi, tiap kata yang keluar dari mulutnya, pakaiannya robek. Sampai kemudian Marmo sadar bahwa malam yang dingin dia rasakan karena sobeknya baju dan celana.
Semakin Marmo kebingungan dan teriak, semakin sobeklah pakaiannya. Ibu-ibu muda yang melihat itu mulai menutup muka. Karena celana Marmo sobek.
Tantri ibu muda yang ganjen itu menutup muka sembari memberi celah pada matanya. "Aaaaiiii," kata Tantri ketika melihat celana Marmo sobek tak ketulungan.
"Ada apa Tan?" Kata Siti sembari menutup muka.
"Anunya Kang Marmo, Sit. Coba lihat sendiri," kata Tantri.
Siti mulai bergejolak hatinya. Tapi dia memilih kukuh menutup muka. Dia ingat Kang Parmin yang perkasa.
Lalu, semakin Marmo marah, semakin lepaslah pakaiannya karena robek tak ketulungan. Dia pun lari tunggang langgang pulang ke rumah di malam hari yang menusuk tulang itu. Sebagian warga hanya bisa melongo. Sebagian yang lain bingung.
Itu baru Marmo, belum cerita Pardi yang suka membual itu. Tiap dia ngomong di depan orang, pakaiannya robek. Anton, yang mengaku sudah begitu dengan banyak wanita juga kena karma.
Maya, ah dia juga kena laknat. Kejadian Maya lebih tak keruan. Aku pun bingung memosisikan diri. Antara penasaran dan rasa tak enak.
***
Masalah di kampungku makin runyam. Mereka yang membelalakkan mata melihat pelucutan pakaian, juga kena petaka. Mereka yang membelalakkan mata itu, makin rabun penglihatannya.