Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Lukisan Karya Jenderal Hoegeng Tak Jadi Dibeli karena Sikap Politik

4 Maret 2021   08:40 Diperbarui: 4 Maret 2021   08:44 1054
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jenderal Hoegeng Iman Santoso adalah Kapolri di tahun 1968-1971. Dia menjadi Kapolri di masa pemerintahan Presiden Soeharto. Belakangan, hubungan Jenderal Hoegeng dengan Presiden Soeharto tak bagus. Pasalnya, Hoegeng masuk Petisi 50 yang melawan Orde Baru.

Satu cerita tentang sikap politik Hoegeng itu mengubah cerita hidupnya. Bahkan, untuk cerita yang tak terkait langsung dengan politik.

Hoegeng adalah sosok yang suka melukis. Setelah tak jadi Kapolri, dia menekuni hobinya untuk melukis. Saat itu, ada seorang pengusaha yang meminta agar Hoegeng melukis panorama Kintamani. Berbekal sebuah foto, Hoegeng diminta membuat lukisan tersebut.

Hal itu seperti diungkap dalam buku "Hoegeng, Oase Menyejukkan di Tengah Perilaku Koruptif para Pemimpin Bangsa". Konon, sang pengusaha berniat ingin memberikan lukisan itu pada menantunya. Singkat cerita, lukisan panorama Kintamani bisa diselesaikan oleh Hoegeng.

Saat lukisan diserahkan ke pengusaha, sang pengusaha merasa takut. Sebab, dalam lukisan itu ada nama "Hoegeng". Hal itu wajar karena memang biasanya nama di dalam lukisan menjelaskan siapa yang membuat karya.

Sang pengusaha keberatan karena Hoegeng adalah anggota Petisi 50. Sang pengusaha khawatir jika ada lukisan dan bernama Hoegeng yang dia miliki akan berimbas buruk pada kehidupannya. Maklum saja waktu itu Orde Baru memang dikenal sangat represif.

Sang pengusaha kemudian meminta agar nama Hoegeng di lukisan itu dihapus. Tentu saja Hoegeng tidak mau melakukannya karena lukisan itu memang karya sang mantan Kapolri tersebut. Hoegeng pun memilih tak jadi menjual lukisannya. Dia tak mau jika lukisan itu tak menyertakan namanya. Alhasil, pesanan lukisan itu tak jadi dibeli.   

Hoegeng memang sosok yang unik. Dalam artian, selain sebagai polisi, dia juga dikenal sebagai seniman. Bahkan, dia pernah mengisi acara di TVRI tentang musik Hawai. Dia bukan hanya sosok yang dikenal sebagai yang berintegritas, tapi juga orang yang suka dengan seni.  

Kembali ke cerita tentang Hoegeng dan Orde Baru. Sikap represif pemerintah saat itu membuat masyarakat takut tak terkira. Simbol-simbol tertentu sebagai bentuk lawan Orde Baru akan disikat. Maka, masyarakat di kala itu pun tak berani menunjukkan dukungan pada simbol politik tertentu, termasuk simbol tentang Petisi 50.

Zaman sekarang? Tentu saja berbeda. Jangankan simbol, setiap warga berani mengkritik terang-terangan pemerintah melalui dunia maya. Orang bisa dengan mudah mengkritik pemimpin, suatu hal yang tak pernah terjadi di masa lalu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun