Diro mengungkapkan keinginannya padaku di malam itu. Dia bilang, ingin sekali selingkuh.
"Mar, kenapa orang yang selingkuh wajahnya berbinar-binar? Itu yang aku tahu. Dikin, Sanusi, Badri. Mereka tukang selingkuh. Wajahnya berbinar-binar. Hidupnya seperti enak sekali. Bisnis mereka juga lancar. Mungkin karena selingkuh itu membahagiakan?" kata Diro padaku.
"Apa gosip mereka selingkuh itu benar?" ujarku.
"Itu bukan gosip. Itu fakta. Aku pernah memburu mereka di satu malam. Aku pernah lihat Dikin dengan wanita muda. Sanusi dengan wanita setengah tua tapi masih muda. Badri juga pernah aku lihat bersama anak SMA malah," kata Diro.
"Kamu kan Cuma melihat. Kamu tak melihat mereka sedang berbuat senonoh kan? Jangan mudah memfitnah," kataku.
"Mar, aku lihat semuanya. Aku lihat mereka begitu dengan selingkuhannya," kata Diro kemudian berbisik padaku soal apa yang telah dilakukan ketiga laki-laki itu.
Aku tentu saja terperanjat. "Yang bener, Dir?" kataku.
"Iya... demi Tuhan," kata Diro.
"Kamu lihat sendiri?" kataku.
"Lihat sendiri dan mereka cerita padaku. Mereka terang-terangan cerita perselingkuhan itu," kata Diro.
Aku hanya geleng-geleng kepala. Kemudian aku bertanya pada Diro mengapa dirinya tak membuka cerita itu? Diro kemudian menjelaskan bahwa tak ada bukti yang valid. Jika hanya modal melihat saja, tetap bisa dituduh fitnah.
"Bisa-bisa aku yang dituduh memfitnah. Tapi semua orang di kota tahu kelakuan ketiganya. Itu valid, Mar," ujar Diro padaku meyakinkan.
Diro kembali bercerita bagaimana bisnis ketiga orang itu sukses. Setiap pagi, wajahnya cerah, gembira. Ketiganya tak pernah menyakiti orang lain. Setidaknya itu yang terlihat di desa.
Karena rezeki berlimpah, ketiganya berlomba-lomba bersedekah. "Kok selingkuh malah efeknya bagus seperti itu Mar?" kata Diro padaku. Aku tentu tak bisa menjawabnya.
Tapi memang, Dikin, Sanusi, Badri terlihat enjoy menikmati hidupnya. Mereka aktif di kampung, bisnis lancar, dan sedekah tak berhenti. Aku sampai heran, mereka bisa membangun citra yang baik tanpa cela. Berbanding  terbalik dengan yang diceritakan Diro.
"Enak ya selingkuh, Mar. Aku benar-benar ingin selingkuh. Biar hidupku bahagia. Siapa tahu warungku jadi makin laris seperti tiga manusia itu. Mar, sebenarnya apa syarat selingkuh itu?" kata Diro padaku.
"Syaratnya Cuma satu," kataku.
"Apa itu Mar?" tanya Diro antusiasi.
"Ya harus punya pasangan atau istri. Baru bisa selingkuh. Masalahmu, kamu belum punya istri. Apakah kamu sudah punya pacar?" kataku.
"Belum juga Mar. Sudah beberapa kali aku gagal mendekati wanita. Tapi bagaimana kalau aku bayar cewek supaya mau jadi pacarku. Buat formalitas saja bahwa aku sudah punya pacar. Kalau begitu kan aku bisa selingkuh Mar," kata Diro. Â Â
"Sekalian saja bayar cewe untuk menjadi selingkuhanmu," kataku.
"Cerdas juga kamu Mar. Ternyata uang bisa membeli segalanya ya," kata Diro.
***
Sudah dua pekan Diro belum bisa mendapatkan pacar dan selingkuhan. Padahal, dia sudah menyiapkan uang cukup banyak. "Tidak ada yang mau jadi pacarku dan selingkuhanku. Padahal aku siap mengontrak mereka," kata Diro padaku dengan wajah layu. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H