Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini berpotensi mencuat di kancah perpolitikan nasional. Jika dia jadi kandidat di pilpres atau Pilkada DKI Jakarta, mungkinkah isu kepemimpinan perempuan dimunculkan lagi?
Saya mau memutar ingatan pada 21 tahun yang lalu. Di tahun 1999, Megawati Soekarnoputri menjadi sosok yang potensial menjadi presiden kala itu. Namun, isu yang mencuat adalah soal kepemimpinan perempuan dalam konteks Islam.
Saya ingat ada dua kubu yang berseberangan kala itu. Di satu sisi menilai bahwa Islam memberi jalan pada perempuan untuk jadi pemimpin. Di sisi lain ada yang menilai bahwa Islam tak membolehkan perempuan jadi pemimpin, dalam hal ini presiden.
Isu kepemimpinan perempuan kala itu sangat massif terjadi. Bahkan, satu ketika saya tak sengaja mendapatkan buku yang khusus membahas kepemimpinan perempuan terkait presiden. Buku yang terbit tahun 1999.
Seperti diketahui, pada akhirnya Megawati kalah dari Gus Dur dalam pemilihan Presiden tahun 1999. Namun, pada akhirnya Megawati menjadi Presiden setelah Gus Dur dilengserkan oleh MPR.
Dinamika kepemimpinan perempuan kemudian menyeruak setelahnya. Sudah sangat banyak pemimpin daerah yang perempuan. Jika melihat fenomena itu, wajarnya tak ada lagi polemik kepemimpinan perempuan.
Namun, dinamika politik siapa yang tahu? Hal yang bisa digunakan senjata untuk mengalahkan lawan, akan digunakan. Isu-isu sensitif pun bisa kembali muncul. Bahkan, bukan hanya memainkan isu, tapi juga menggunakan massa.
Bahkan kini, gerakan atau isu politik bisa sangat menguat. Pasalnya, kini sudah ada media sosial yang juga dijadikan alat untuk gerakan atau isu politik. Pemain di media sosial pun sangat beragam.
Pertarungan politik tak hanya ada di dunia nyata, tapi juga dunia maya. Fenomena saat ini sangat berbeda di tahun 1999. Kala itu, pemegang opini terbesar adalah tokoh dan suara yang muncul di media massa. Sementara, media sosial belum ada.
Saya tentu tak tahu apakah isu kepemimpinan perempuan akan kembali menyeruak? Tapi ada atau tidak ada isu itu, saya harapkan tak melelahkan bangsa dan mengganggu kenyamanan hidup. Kasihan mereka yang tak ikut politik terseret-seret karena isu politik. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H