Saya terhenyak membaca berita bahwa Najwa Shihab akan dipolisikan gara-gara wawancara dengan kursi kosong yang dianggap sebagai Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Seperti yang saya baca di Kompas.com, bahwa laporan ke Polda Metro Jaya itu dilakukan oleh Relawan Jokowi Bersatu, Selasa (6/10/2020).
Alasan pelaporan Najwa Shihab karena sang pembawa acara itu melakukan cyber bulliying. Polisi kemudian mengarahkan laporan ke Dewan Pers. Jadi menggunakan UU Pers yakni diproses terlebih dahulu ke Dewan Pers. Jika di Dewan Pers buntu biasanya proses hukum akan berjalan.
Ada hal yang ingin saya tuliskan terkait upaya memolisikan Najwa Shihab. Pertama, tentu menjadi hak setiap warga negara untuk menggunakan jalur hukum. Sebab, Indonesia seperti tercantum dalam konstitusi adalah negara hukum.
Kedua, ada pandangan lain dari saya. Sekalipun hak orang untuk memproses ke jalur hukum, hendaknya ditelaah dulu secara matang. Artinya, pelaporan ke hukum itu setelah dilakukan penelaahan secara matang. Misalnya apakah sangat penting untuk melaporkan sebuah hal ke polisi?
Apakah melaporkan ke polisi itu akan memberikan manfaat? Atau hanya ingin berupaya melakukan demi balas dendam misalnya? Dan masih banyak lagi dugaan dan pertanyaan yang muncul. Maka, penelaahan itu perlu dilakukan.
Ketiga, kalau saya pribadi tentu tak akan melaporkan Najwa Shihab ke polisi. Sekalipun saya misalnya adalah pendukung Jokowi, maka saya tak akan melaporkan Najwa Shihab ke polisi. Sekalipun saya misalnya tak sepakat dengan apa yang dilakukan Najwa Shihab, maka saya pun tak akan melaporkan ke polisi.
Bagi saya bukan hal yang sangat penting melaporkan sebuah acara seperti itu. Masih banyak hal lain yang penting yang bisa dilakukan daripada melaporkan Najwa Shihab. Selain itu, lebih baik membuka ruang diskusi yang lebih hangat antara pemerintah dan Najwa Shihab misalnya.
Ruang diskusi itu akan memberikan kita perspektif yang jelas mengapa Terawan enggan ke acara Mata Najwa. Lalu juga akan ada perspektif yang jelas mengapa Mata Najwa sampai melakukan aksi mewawancarai kursi kosong.
Saya pikir sekalipun negara kita adalah negara hukum, tak semua hal harus diselesaikan dengan hukum. Bisa didiskusikan untuk memunculkan pemahaman dan wacana yang baik. Jika sedikit-sedikit memakai perspektif hukum, yang terjadi adalah kekhawatiran untuk berbeda pendapat.
Tapi, sekali lagi, itu adalah pandangan saya pribadi. Saya walaupun misalnya tak suka dengan aksi Najwa Shihab, tak akan melakukan upaya hukum. Masih banyak kasus yang lebih besar yang bisa ditangani penegak hukum.
Seperti diketahui, acara Mata Najwa membetot perhatian publik. Sebab di acara itu, sang pemilik acara yakni Najwa Shihab memutuskan mewawancara bangku kosong. Bangku kosong itu dianggap sebagai Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.