Aku hanya ingin bercerita ketika aku terlempar di negeri antah berantah. Mulanya, aku disekap, dipingsankan. Lalu di negeri antah berantah inilah aku terdampar.
Aku pungut cerita-cerita yang masuk memoriku soal wakil rakyat negeri itu. Para wakil rakyat, tak semuanya berpendidikan tinggi. Ada yang sekolah dasar saja tak lulus. Lulusan sekolah setara TK pun boleh jadi wakil rakyat. Kenapa? Karena rakyat sudah muak dengan mereka yang bertitel tapi tukang tipu.
Ya sebenarnya yang bertitel dan tukang tipu itu paling hanya 30 persen. Tapi itu sudah membuat rakyat muak. Akhirnya asal bersih, maka boleh jadi wakil rakyat. Alhasil, ya seperti rentetan cerita di bawah ini.
Gladi Bersih
Aku lihat dengan mata kepalaku sendiri ketika para wakil rakyat itu baru terpilih. Ceritanya, mereka diminta gladi bersih di sebuah aula ruang wakil rakyat yang luas itu untuk pelantikan. Nah, satu hari sebelumnya gladi bersih itu sudah diumumkan melalui lisan dan surat.
Di hari H gladi bersih beberapa wakil rakyat datang memakai pakaian paling rapi. Tapi sebagian dari mereka yang tak paham, datang dengan membawa sapu, cangkul, arit, palu. "Ini di mana yang mau dibersihin," kata salah satu wakil rakyat yang baru datang. Mereka ternyata tak paham beda gladi bersih dan bersih-bersih lingkungan.
Interupsi
Saat rapat besar pertama itu, berlangsung sengit membahas anggaran. Hujan interupsi pun muncul. Tarman, wakil rakyat yang lulusan PAUD dan jujur itu kemudian menyela.
Ceritanya sang Ketua, bernama Kamdani meminta agar rapat dipending karena sudah masuk waktu beribadah. Di tengah keinginan rapat untuk dipending itu, Tarman berdiri dan menyalakan pengeras suara.
"Interupsi pak ketua," kata Tarman dengan keras. Sontak para wakil rakyat tercengang karena Tarman menginterupsi niat ketua untuk memending rapat guna beribadah. Semua mata tertuju Tarman.
"Interupsi! Saya setuju dengan pendapat pak ketua," kata Tarman tanpa merasa bersalah. Tarman merasa plong bisa berbicara di hadapan kolega barunya. "Yes, akhirnya aku bisa interupsi," kata Tarman lirih.
Bapak Dua
Satu ketika, Mardi yang wakil ketua wakil rakyat itu diminta memberi sambutan. Mardi yang dikenal apa adanya itu hanya lulusan SD. Dia pun mempersiapkan diri sebaik mungkin.
Di masa itu, komputerisasi memang belum gencar. Maka pihak kesekretariatan membuat tulisan dengan tulisan tangan. Tulisan tangan yang nantinya akan dibaca Mardi saat memberi sambutan.
Karena tulisan tangan, maka ada beberapa kata yang disingkat. Mardi yang apa adanya itu langsung membaca kertas dari kesekretariatan untuk memberi sambutan. "Bapak dua, ibu dua, Assalamualaikum we er we be...." Mardi membaca persis seperti yang tertera di kertas. Sebagian hadirin tertawa lepas, sebagian lagi tetap serius karena tak paham apa kesalahan Mardi.
Data Base
Demo mahasiswa sempat ricuh di depan kantor wakil rakyat itu. Lalu, sebagian mahasiswa diberi kesempatan masuk untuk menyampaikan aspirasi pada wakil rakyat.
"Harusnya Anda para wakil rakyat itu punya data base yang kami perlukan. Anda-anda tak bisa seperti itu," kata seorang mahasiswa dengan suara tinggi.
Parjan, wakil rakyat yang juga sering naik pitam, dari belakang berbicara dengan suara keras dan berat. "Hei anak muda, kamu salah alamat. Kalau mencari data base, silakan ke terminal. Di sana pasti ada," sanggah Parjan.
Parjan pikir base itu adalah bus, angkutan umum yang banyak di terminal. Rebo, wakil rakyat yang lain juga memberi tanggapannya. "Saya sepakat dengan kawan Parjan," kata Rebo yang lahirnya hari Kamis itu.
***
Aku simpan cerita itu. Cerita yang sudah lama terjadi. Kala itu, adalah masa negeri itu baru saja terjadi suksesi kepemimpinan. Aku sudah lama sekali tak tahu lagi kabar negeri itu.
Satu kali aku iseng mencari nama-nama wakil rakyat yang lucu itu di dunia maya. Aku temukan sebagian di antara mereka. Mereka kembali menjadi rakyat dan bergulat dengan lumpur, keringat, dan bahkan darah.
Rebo kembali jadi tukang parkir. Parjan kembali berjualan di pasar. Mardi memilih jadi pedagang burung. Aku juga mendapatkan video soal Tarman. Dia kini jadi penarik becak. "Saya bersyukur bisa naik pangkat. Dulu saya hanya wakil rakyat, kini saya jadi rakyat. Ini anugerah," kata Tarman polos, sepolos-polosnya. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H