Ada berita tak enak yang saya baca beberapa jam lalu. Seperti dikutip Kompas.com, penceramah Syekh Ali Jaber ditusuk di Masjid Afaludin Tamin Sukajawa, Tanjungkarang Barat, Bandar Lampung, Minggu (13/9/2020). Penusukan terjadi saat Syekh Ali Jaber sedang mengisi sebuah pengajian.
Dari berita itu ada dua poin penting. Pertama adalah kasus penusukan dan kedua adalah reaksi masyarakat. Penusukan itu tentu tak bisa dibenarkan dengan alasan apapun. Apalagi, penusukan dilakukan saat pengajian dilaksanakan. Maka, pelaku yang sudah ditangkap oleh kepolisian, harus diproses hukum dengan ketentuan yang berlaku.
Soal reaksi masyarakat, terutama yang aktif di media sosial, kasus ini jelas bisa mengarah ke mana-mana. Artinya, kasus penusukan seperti ini bisa dipersepsikan macam-macam. Bahkan, spekulasi pun merebak. Saya tak perlu menjelaskan spekulasi apa saja yang merebak di dunia maya terkait penusukan pada Syehkh Ali Jaber. Yang pasti, sebagian spekulasi yang merebak itu bisa berdampak buruk. Â
Saya sendiri berpendapat, ketika ada kasus seperti itu, pasrahkan saja ke kepolisian untuk mengusutnya. Sebab, memang kepolisian lah yang memiliki tugas sesuai undang-undang untuk mengusut kasus penusukan. Saya yang awam ini hanya menunggu progres dari kepolisian.
Di sisi lain, tentunya juga berharap agar polisi bisa mengungkap secepat mungkin. Sehingga, tak memberi ruang pada penafsiran yang liar atas kasus penusukan ini. Saya khawatirnya jika polisi lama mengungkap, pelaku dan motifnya, khawatir akan memberi ruang makin merebaknya isu-isu liar.
Saya pun meyakini bahwa kasus ini bisa diungkap secara cepat. Sebab, pelakunya melakukan serangan secara  terbuka dan sudah ditangkap. Tinggal bagaimana proses pengusutan lebih lanjut dengan memanfaatkan informasi yang ada.
Di situasi seperti ini, tentunya lebih mengerem jempol di dunia maya. Jika memang tak mengetahui secara pasti, tak perlu mengungkap macam-macam kasus penusukan ini. Takutnya, ketidaktahuan yang dibeberkan di dunia maya malah bisa meruwetkan masalah. Tak ketinggalan, jangan termakan hoax di situasi seperti ini
Terakhir adalah harapan. Sebagai warga Indonesia tentu berharap kasus-kasus seperti ini tak lagi terjadi. Kita perlu tingkatkan kewaspadaan segala macam ancaman kekerasan pada siapapun. Paling enak hidup itu aman dan tenteram. Jika aman dan tenteram, maka bisa memicu aspek kehidupan lain untuk bergairah dan membaik.
Jika aman, orang akan mudah untuk berdagang dan berusaha. Jika aman, maka anak akan mudah berangkat sekolah (tentunya kalau sudah taka da Covid1-9). Jika aman, maka penelitian untuk pengembangan ilmu pengetahuan bisa dilakukan.
Supaya aman juga, maka kita harus tak mempercayai segala berita bohong yang mengalir baik di duni nyata atau dunia maya. Kita perlu menyaring apakah sebuah informasi benar atau tidak. Kita menyaring dengan mencari sumber utama atau sumber pertama munculnya informasi.
 Di zaman ketika informasi bisa merebak dengan cepat, maka kita perlu arif untuk mencernanya. Mencerna informasi juga butuh waktu. Maka, jangan tergesa-gesa bereaksi ketika ada informasi yang tiba-tiba muncul. (*)