Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Slamet yang Dituding Milenial Abal-Abal

26 Juli 2020   06:14 Diperbarui: 26 Juli 2020   06:32 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi milenial. Dok psma kemendikbud dipublikasikan Kompas.com

Warman mendaftarkan Slamet. Panitia yang terlihat kinyis-kinyis baru lulus kuliah itu terheran-heran. Salah satu panitia meminta KTP Slamet, untuk memastikan usianya. "Oh ok," kata seorang panitia lirih setelah melihat KTP Slamet.

Slamet dipersilakan masuk ke ruangan lain, tanda bahwa dia memang milenial. Tapi, saat Slamet jalan, laki-laki gemuk langsung memanggil Slamet. Lelaki yang usianya mirip dengan Slamet itu langsung mengusir Slamet.

"Kang, pulang saja. Nyangkul saja lebih pantas," kata lelaki itu. Slamet yang memang pendiam, putar balik untuk pulang. Tapi, Warman tak terima.

"Bro, dia itu milenial," kata Warman.

"Milenial itu ya lihat penampilannya juga," timpa lelaki gendut panitia itu.

Warman mulai ngegas. "Yang namanya milenial itu generasi. Generasi itu ditentukan kelahirannya, bukan penampilannya," kata Warman sambil menunjuk si lelaki gendut itu.

"Tetap ngga bisa. Generasi milenial itu harus modis. Bisa gunakan laptop, adaptif dengan zaman. Dia dari penampilannya 'ngga banget'," kata si gendut.

"Justru kalau dia tak bisa gunakan laptop, maka itu tugasmu untuk memberdayakan," kata Warman ngegas lagi. Slamet dari tadi kelihatan bingung. Tapi dia paham jika Warman sedang naik pitam.

Slamet pun merangkul Warman dan meminta si teman itu tak adu mulut lagi.  Slamet pun agak menarik keras badan Warman yang kurus itu. Warman pun terpelanting. Keduanya keluar ruangan dengan mulut Warman masih bergumam.

"Sudah lah Man. Kalau memang tak boleh ikut, ya tak usah ikut. Ngga apa-apa kok," kata Slamet setelah meneguk es teh yang baru dia beli. Warman kemudian merebut es teh Slamet. Maklum, keduanya lagi bokek. Mereka jongkok di depan kantor kecamatan.

"Met, tak bisa seperti itu. Kamu punya hak ikut pemberdayaan. Panitia itu kan cuma modal tenaga dan pikiran. Dananya itu kan dari pemerintah. Pemerintah dananya kan sebagian besar dari pajak kita-kita. Kamu berhak. Perkara kamu wajahnya boros, itu bukan ukuran. Kamu ngga bisa laptop, ya justru di sini kamu bisa belajar. Kalau mereka ngga mau menerimamu itu kan akal-akalan saja. Karena mereka mau peserta yang sudah paham teknologi," kata Warman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun