Jika sudah ditetapkan dan direncanakan, maka nikah sesuai jadwal. Jika jadwalnya saat pandemi seperti ini, tak apa. Tapi, resepsinya nanti saja setelah pandemi usai.
Jadi saat pandemi adalah nikah sesuai agama dan negara. Mengundang keluarga saja. Kemudian beri pengumuman bahwa resepsi atau syukuran akan digelar setelah pandemi selesai. Dalam lingkunganku, hal itu bisa dilakukan.
Kenapa resepsi atau syukuran dengan mengundang banyak orang penting bagiku? Aku akan menjelaskannya. Tapi itu pandangan pribadi yang tiap orang boleh berbeda. Jika berbeda tak masalah karena hidup tak harus selalu sama. Akan kujelaskan di bawah ini. Mulai!
Dahulu kala, aku adalah orang yang ingin simpel dalam semua hal. Karena itu, aku pun berpikiran bagaimana jika nikah itu sesimpel mungkin. Misalnya dengan nikah sah secara agama dan negara. Hanya mengundang keluarga saja. Setelah itu selesai, tak ada apa-apa.
Kemudian, seiring berjalannya waktu, aku melihat beberapa orang yang sudah cukup umur untuk menikah, tapi jodoh belum kunjung datang. Sesuatu yang ingin sekali dilakukan tapi belum ada jalan.
Gundah gulana muncul di banyak kepala. Si yang ingin nikah kepikiran, bapak kepikiran, ibu kepikiran, saudara kepikiran. Kepikiran bagaimana agar pernikahan bisa segera dilakukan. Maka doa dipanjatkan bertubi-tubi, seperti hujan di Desember.
Usaha untuk mengenalkan dengan calon dilakukan. Barangkali jodoh. Tapi, mungkin karena belum jodoh, maka tak jadi kenyataan. Lama sekali gundah itu bergelayut di banyak kepala.
Kemudian, jodoh itu datang. Semua gembira. Pernikahan dihelat, semua gembira. Sang ayah bicara pada istrinya. "Uang kita ini dimaksimalkan untuk syukuran bu," kata sang suami.
Si ayah berpikir bahwa dia akan mengundang banyak orang sesuai dengan kemampuan finansialnya. Mengundang banyak orang sebagai rasa syukur bahwa anaknya akhirnya menikah. Di hari H, si ayah gembira bukan kepalang.
Saat ada orang berjalan di tepi jalan tak jauh dari acara nikahan itu, sang ayah bertepuk tangan. Dia menghampiri. "Pak...pak...sini pak," kata si ayah pada orang di tepi jalan itu.
"Anakku nikah, aku bersyukur. Ayo mampir, makan dulu. Kalau kurang, makan lagi. Dibungkus juga ngga apa apa," kata sang ayah yang sebenarnya tak kenal dengan lelaki itu. Karena rasa bahagia itu kadang memang tak kenal apapun. Orang itu pun mampir. "Aku mohon doa agar pernikahan anakku langgeng, dikaruniai keturunan yang baik," kata sang ayah ke tamu tak dikenalnya itu. Gembira sekali.