Ini adalah satire yang pernah saya dengarkan dari salah satu guru besar ilmu hukum yang cukup ternama. Saat itu, guru besar yang pikirannya sering dikutip oleh banyak hakim di Indonesia ini mengisi sebuah seminar di Jakarta, kisaran 10 tahun lalu.
Dia pun bercerita, satu ketika bertemu dengan koleganya yang dari luar negeri. Si kolega itu membanggakan bagaimana negerinya maju dan sumber daya manusianya memadai. Tak mau kalah, guru besar dari Indonesia ini mengungkapkan kepandaian orang Indonesia, tapi memang agak satire.
Orang Indonesia, katanya, itu pandai-pandai. Kalau tak percaya lihatlah bagaimana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tak selesai-selesai direvisi. Sekadar diketahui, KUHP yang warisan Belanda itu digodok mulai awal dekade 80-an.
Sampai 10 tahun lalu, KUHP belum selesai direvisi. Kalau masih ingat, pada tahun lalu KUHP sudah selesai direvisi. Tapi begitu mau diundangkan malah mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat. Akhirnya KUHP belum juga direvisi.
Kembali ke cerita guru besar tadi. "Sejak 80-an KUHP belum selesai direvisi, itu karena anggota dewan kita pandai-pandai. Karena selalu bisa berargumen dan berdebat. Makanya, KUHP-nya tak selesai-selesai," kata sang profesor yang membuat gelak tawa.
Memang sebenarnya apa yang dikatakan profesor tersebut ada benarnya. Sebab, semakin pandai maka orang semakin bisa berargumentasi. Semakin banyak yang bisa berargumentasi semakin tidak selesailah pembahasan. Apalagi jika argumentasinya tajam dan berbungkus kepentingan.
Kalau saya sendiri berpandapat bahwa tidak bisa dibantahkan jika orang Indonesia itu pandai-pandai. Hanya saja, pandai saja tak cukup kalau untuk membangun bangsa. Pandai tapi hanya dijadikan alat untuk ngeyel ya percuma saja. Pandai harusnya dimaknai sebagai kerelaan untuk mengalah demi kepentingan bangsa dan negara.
Jadi, kalau ada yang bilang bahwa orang Indonesia itu terbelakang pola pikirnya, maka bantah saja. Sebab, kita sudah membuktikan sebagai bangsa yang penuh dengan ide-ide. Bangsa yang karena mungkin terlalu banyak ide, jadi malah kesulitan mengelolanya.
Kita butuh kantong-kantong yang berisi para pengelola yang baik. Pengelola di dunia politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, olahraga, dan sebagainya. Ketika ide-ide brilian anak bangsa bisa dikelola, maka tinggal bagaimana memiliki kerelaan untuk kepentingan bangsa.
Jika ide brilian yang makin banyak, dikelola, didasari atas nama kepentingan bangsa, maka kemajuan tinggal dalam hitungan bulan saja. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H