Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Soal Reshuffle, Jokowi Bisa Belajar pada Pemerintahan Gus Dur

30 Juni 2020   06:06 Diperbarui: 30 Juni 2020   06:21 202
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Foto kompas/totok wijayanto dipublikasikan kompas.com

Reshuffle atau kocok ulang kabinet adalah hal yang lumrah dalam pemerintahan. Maka, lumrah juga jika ada menteri yang dinilai tak perform, diganti oleh presiden.

Di Indonesia pada masa Orde Baru memang jarang terjadi reshuffle. Saya hanya ingat satu hal yakni saat Harmoko dilempar dari Menteri Penerangan ke Menteri Negara Urusan Khusus pada tahun 1997.

Maka, tak heran di masa Orde Baru anak-anak sekolah diminta menghafalkan nama menteri. Menghafal nama menteri menjadi mudah karena jarang ada reshuffle. Namun, setelah Orde Baru tumbang, reshuffle kabinet menjadi hal biasa.

Bahkan, di masa pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur), reshuffle sangat sering terjadi. Masa reshuffle di zaman Gus Dur inilah yang saya pikir perlu jadi percontohan bagi Presiden Jokowi.

Jika Jokowi ingin menyetir pemerintahannya sendiri (dan memang harusnya begitu), maka bisa belajar dari Gus Dur. Gus Dur adalah tipe yang tak bisa disetir pihak lain. Maka, ketika ada menteri yang dinilai tak sevisi, Gus Dur langsung menendangnya dari kabinet.

Bahkan, nama-nama yang diganti pun tidak main-main. Sebab, mereka adalah sosok yang memiliki nama di kancah politik dan pemerintahan. Misalnya saja Hamzah Haz, Wiranto, Susilo Bambang Yudhoyono, Kwik Kian Gie, Yusril Ihza Mahendra, Jusuf Kalla.

Gus Dur adalah sosok yang tanpa kompromi. Dia mengendalikan pemerintahan dengan kekuatannya. Sekalipun mendapatkan serangan, Gus Dur tetap tegak dengan pendiriannya. Gus Dur adalah sosok yang tak mudah goyah.

Jika mengacu pada perbedaan pemerintahan, maka Jokowi harusnya bisa berani. Kenapa? Di masa Gus Dur, pemakzulan sangat mudah bisa terjadi. Hanya bermodal memorandum dan dugaan kasus yang tak pernah dibuktikan di pengadilan, Presiden bisa ditumbangkan oleh MPR. Hal itulah yang dialami Gus Dur.

Di masa kini setelah UUD 1945 diamandemen 4 kali, pemakzulan Presiden menjadi lebih rumit. Karena harus melalui beberapa tahap, termasuk harus disidangkan di Mahkamah Konstitusi. Tidak semudah di masa UUD 1945 belum diamandemen.

Selain itu, Jokowi berada di partai politik yang berkuasa di parlemen. PDIP adalah pemenang Pemilu 2019 sehingga memiliki kursi terbanyak di parlemen. Hal itu harusnya bisa memberanikan Jokowi. Bandingkan dengan Gus Dur. Saat itu PKB hanya berada di posisi keempat partai berkursi terbanyak di parlemen, sekalipun menjadi nomor 3 pemenang Pemilu 1999.

Itu adalah pelajaran dari Gus Dur jika Jokowi ingin mengedepankan kekuatan dirinya sebagai Presiden yang punya kekuatan menguasai kabinet. Namun, jika Jokowi masih melihat parpol sebagai sokongan penting di kabinet, juga perlu belajar dari kegagalan Gus Dur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun