Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Diriku Malu Kala Lihat Sosok Berilmu yang Sederhana

23 Juni 2020   04:49 Diperbarui: 23 Juni 2020   04:50 317
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto hanya ilustrasi. Sumber pixabay dipublikasikan Kompas.com

Kadang aku malu sendiri ketika melihat orang berilmu yang memilih jalan hidup sederhana. Mereka mampu mengendalikan kelebihannya. Itu jadi cermin bagi diriku.

Tapi tulisanku ini tak sedang merendahkan mereka yang berilmu dan memilih hidup berkelebihan. Sebab, bisa jadi mereka yang berilmu dan memilih berkelebihan juga memiliki alasan kuat yang tak kuketahui.

Satu ketika aku pernah berada di tepi Sungai Serayu. Aku melaju dengan kendaraan roda duaku. Dari kejauhan, dari tepi jalan aku lihat ada orangtua dengan pakaian sederhana. Kemeja dan celana bahan. Memakai topi seperti yang dipakai Pak Tino Sidin itu.

Tapi, aku merasa dari perawakannya, aku mengenalnya. Atau setidaknya tak asing bagiku.  Saat kendaraanku melewatinya, aku sedikit menoleh. Dia adalah sastrawan terkemuka. Bukan hanya hanya kelas nasional, tapi juga kelas dunia.

Jika kau hanya sepintas lalu, kau tak akan sadar bahwa orang sederhana itu adalah yang telah menelurkan karya-karya gemilang. Aku tak mau menyebut namanya. Yang ingin aku katakan bahwa aku melihat sosok sederhana dari orang berkelas.  

Di waktu yang berbeda, jauh sebelum adegan di tepi Serayu itu, aku juga pernah melihat sosok lain. Kala itu, aku di bilangan Menteng, Jakarta Pusat. Aku juga menaiki kendaraan bermotor. Di panas terik itu, ada pak tua yang menyeberang jalanan ibu kota. Dia memakai kemeja dan celana bahan. Tangannya menggenggam  berkas untuk menutupi rambutnya yang memutih.

Panas dan gerah sekali suasananya. Aku tak terlalu peduli sebenarnya dengan lalu lalang di sekitarku, termasuk orang tua itu. Tapi, kebetulan aku sedikit menoleh ke arah orang tua itu.

Ternyata, dia adalah guru besar sebuah perguruan tinggi yang sangat peduli pada hak asasi manusia. Orang-orang yang bergerak di hak asasi manusia pasti kenal dia. Orang tua itu pernah mendapatkan penghargaan bergengsi Yap Thiam Hien Award.

Saat memberi testimoni kala mendapatkan penghargaan Yap Thiam Hien, dia memberi pernyataan soal adanya anak muda yang membakar diri di depan istana kepresidenan. Aku juga tak akan menyebut nama orang tua itu.

Di Menteng juga, di waktu yang berbeda. Aku melihat sosok yang juga sederhana. Terlihat gesit berjalan, memakai kemeja biasa dan memakai topi koboi. Dia berjalan di trotoar Menteng. Tak ada orang yang mengenalinya karena terlihat seperti orang biasa.

Padahal, sosok ini adalah rohaniwan dan budayawan terkemuka di Indonesia. Orang-orang menyebut namanya diawali dengan sebutan Romo. Dia pernah jadi anggota KPU walau sebentar. Tak perlu aku sebutkan juga namanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun