Sejarah ditentukan salah satunya oleh perbincangan-perbincangan dalam kehidupan kita. Ketika kehidupan kita sehat, maka sejarah akan sesuai dengan semestinya.
Misalnya, Pak X adalah pendonor dana tunggal pembangun jembatan besar di Desa A pada tahun 1960. Jika perbincangan kita sehat, maka cerita tentang Pak X dan pembangunan jembatan di Desa A itu tak akan berubah sampai tahun 2019 dan seterusnya.
Kadang untuk mengantisipasi agar cerita itu tak berubah salah satunya adalah dengan ditulis. Ketika sejarah itu tak tertulis, maka tutur antar anggota masyarakat akan sangat menentukan jalannya sejarah.
Dari banyak sumber masalah penyimpangan sejarah, dua di antaranya adalah terkait dengan perilaku kita. Sumber masalah  penyimpangan sejarah pertama adalah vokalnya orang bodoh. Sumber masalah penyimpangan sejarah kedua adalah  diamnya orang paham. Yang parah lagi adalah bodoh, vokal, menulis pula dan paham, diam, enggan menulis.
Beginilah contoh tentang orang bodoh yang banyak omong. Misalnya kasus Pak X di atas. Ada orang yang tak bisa membedakan antara donatur dengan pekerja. Orang ini adalah orang yang lahir di tahun 1980. Saat dia lahir, Pak X sudah meninggal dunia.
Ketika mendapatkan informasi bahwa Pak X adalah donatur tunggal pembangunan jembatan besar di Desa A, orang bodoh ini tak memahaminya.Â
Akhirnya si orang ini menceritakan pembangunan jembatan dengan mengatakan, "Pak X adalah yang membangun jembatan besar itu di tahun 1960," begitu kata si bodoh. Yang mendapatkan kabar dari si bodoh ini termasuk anak-anak yang belum bisa menganalisis dengan tajam.
Kelak ketika si anak-anak itu dewasa dan orang sesepuh di desa A sudah meninggal, anak-anak itulah yang cerita tentang peran Pak X. Akhirnya si anak-anak itu akan cerita pada anak cucunya bahwa Pak X membangun jembatan besar di Desa A sendirian. Lalu anak cucunya bertanya, "berarti Pak X sakti ya, bisa membangun jembatan sendirian?"
Akhirnya generasi selanjutnya menilai bahwa Pak X adalah orang sakti karena membangun jembatan sendirian. Narasi yang muncul di generasi selanjutnya adalah bahwa Pak X memiliki tenaga dalam dan tenaga tak terlihat untuk membangun jembatan besar.
Cerita ini akan lebih parah jika si bodoh mula bukan hanya vokal tapi juga menulis. Dia menulis inilah cara membangun jembatan yang hebat seperti yang dilakukan Pak X. Akhirnya si bodoh itu membangun imajinasi sendiri tentang bagaimana Pak X membangun jembatan sendirian. Kesimpulannya, dunia jadi runyam karena orang bodoh banyak bicara dan menulis pula.
Cerita di atas juga sama saja ketika ada orang paham memilih diam. Karena merasa tak enak, merasa suka diam, maka orang yang paham dengan pembangunan jembatan Desa A, memilih diam. Padahal, dia paham bahwa Pak X adalah penyandang dana tunggal, bukan pembangun jembatan. Sementara, yang membangun jembatan adalah para pekerja.