Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mas Nadiem, Dengarkan Jeritan (Orangtua) Mahasiswa

4 Juni 2020   05:47 Diperbarui: 4 Juni 2020   05:50 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nadiem Makarim. Kompas.com/Kristianto Purnomo

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim perlu mendengarkan jeritan mahasiswa. Bukan hanya mendengarkan, tapi juga merealisasikan tuntutan mahasiswa.

Belakangan mahasiswa meramaikan dunia maya. Mereka menginginkan agar ada relaksasi uang kuliah tunggal (UKT). UKT itu kalau di zaman old disebut SPP. Mahasiswa ingin agar ada keringanan UKT.

Desakan dan jeritan ini muncul karena realitas di lapangan yang menyulitkan ekonomi mahasiswa imbas dari Covid-19. Selain itu, perkuliahan juga tak difasilitasi maksimal oleh perguruan tinggi karena dampak Covid-19.

Apa dampak ekonomi dari mahasiswa karena wabah Covid-19? Saya tak tahu persis dampak Covid-19 pada ekonomi mahasiswa. Namun, kalau dampak ekonomi pada orangtua mahasiswa pasti ada. Apalagi orangtua mahasiswa yang wiraswasta.

Di masa saat ini, karena adanya pembatasan aktivitas fisik, berdampak pada perekonomian. Orang yang berjualan tak ramai pembeli seperti dahulu karena banyak orang memilih di rumah saja. Mereka yang kerja di perusahaan pun ada yang di-PHK karena kondisi ekonomi sekarang ini.

Dampak ekonomi pada orangtua mahasiswa itu harus diperhatikan oleh Mas Nadiem. Apalagi jika ada orangtua mahasiswa yang kerja sebagai ojek online yang didirikan Mas Nadiem itu. Kesulitan ekonomi ini harus ditanggapi Mas Nadiem dengan pengurangan UKT.

Pengurangan UKT juga akan mengurangi beban pikiran orangtua mahasiswa. Kalau UKT tak dikurangi, beban orangtua makin membengkak, khususnya orangtua yang wiraswasta. Jadi Mas Nadiem, saya mendukung Mas Nadiem mengurangi biaya UKT di perguruan tinggi negeri. Bahkan kalau perlu malah digratiskan.

Kedua dan ini lebih berhubunhan langsung antara mahasiswa dengan kampus. Kuliah online yang dilakukan selama ini membuat mahasiswa tak bisa maksimal memanfaatkan fasilitas kampus.

Setahu saya, mahasiswa pun dilarang ke kampus karena Covid-19. Maka, mahasiswa tak bisa menggunakan fasilitas kampus. Misalnya saja mahasiswa tak bisa lagi ke perpustakaan untuk membaca dan meminjam buku karena Covid-19.

Selain itu, mahasiswa yang sudah membayar UKT juga tetap mengeluarkan dana untuk pembelajaran. Sebab, mahasiswa harus mengeluarkan duit untuk membeli kuota internet guna kuliah online. 

Saya dengar cerita dari beberapa teman yang dekat dengan mahasiswa. Ada mahasiswa yang mengeluh biaya terus membengkak karena kuliah online yang memakan biaya yang tak sedikit.

Maka, dengan realitas seperti itu, sudah selayaknya UKT diturunkan di masa pandemi ini. Bahkan, Mas Nadiem akan selalu dikenang sebagai pahlawan jika mambuat kebijakan menggratiskan UKT di masa pandemi, walaupun saya yakin itu akan sangat sulit.

Dunia pendidikan adalah dunia yang sangat penting bagi perkembangan bangsa. Dengan pendidikan, orang bisa mengetahui beberapa hal, bisa mengembangkan diri, bisa lebih paham memakni hidup, dan bisa menaikkan derajat ekonomi.

Pendidikan yang baik tentu akan memunculkan SDM yang baik, yang bisa bersaing dengan negara lain. Sebaliknya, jika pendidikan jeblok, maka akan sulit bagi kita bersaing dengan negara lain.

Buat Nas Nadiem, di masa seperti ini dengan UKT yang normal, juga bisa menyulitkan mahasiswa. Saya khawatirnya karena kondisi ini dan kekurangan dana, mahasiswa memilih cuti dan bisa membuat mereka makin lama lulusnya.

Makin lama lulus tentu tak menguntungkan. Apalagi, bagi mereka dari ekonomi sulit. Lama lulus berarti makin banyak lagi dana yang dikeluarkan orangtua untuk biaya pendidikan.

Saatnya dunia pendidikan didekatkan dengan konsep kemanusiaan. Pendidikan diperlihatkan dengan realitas bahwa keluarga anak didik juga memiliki kesulitan ekonomi di masa pandemi ini.

Jangan sampai dunia pendidikan terus melaju dengan kesibukannya sendiri, terus asyik dengan penelitian dan segala macam tetek bengek akademik, tanpa melihat sekelilingnya. Saatnya dunia pendidikan melihat sekelilingnya dan anak didik atau mahasiswa.

Pengalaman Mas Nadiem saya pikir sudah cukup untuk melihat realitas kemanusiaan. Apalagi dia pernah menjadi pentolan perusahaan yang memiliki banyak mitra. Mitra yang berjuang siang malam untuk nafkah keluarganya. 

Mitra yang terdampak karena corona. Mitra dan mereka pekerja lainnya yang memiliki anak mahasiswa, membutuhkan keringanan biaya. Sangat membutuhkan. Semoga Mas Nadiem mendengarkan  jeritan orangtua dan keluarga mahasiswa dan merealisasikan desakan mahasiswa. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun