Pertama saya mengucapkan selamat ulang tahun bagi Buya Syafii Maarif ke 85 pada 31 Mei 2020. Semoga panjang umur dan terus menginspirasi anak bangsa dengan sikap dan keteduhannya.
Saya merasa beruntung pernah melihat langsung Buya Syafii Maarif. Tak sering saya melihat langsung, mungkin tak sampai lima kali. Saya bertatap muka dan melihat betapa teduh aura wajahnya.
Buya bukan sosok yang meledak-ledak, sekalipun pernyataannya kadang sangat keras dan tajam. Selain melihat dan bertanya langsung, karena pekerjaan saat itu, saya juga pernah bertelepon dengan Buya. Saya bertelepon di dua waktu yang berbeda ketika saya minta pandangan Buya tentang Gus Dur dan Amien Rais.
Gus Dur dan Amien Rais adalah tokoh yang secara politik berseberangan di masa-masa tahun 2001-an. Sementara, Buya Syafii Maarif adalah tokoh yang bersahabat dengan Gus Dur dan Amien Rais.
Cerita pertama adalah saat 30 Desember 2009 atau hampir 11 tahun yang lalu. Kala itu, menjelang petang saya mendapatkan kabar bahwa Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid atau Gus Dur wafat. Tak lama kemudian, saya diminta oleh atasan saya guna menelepon Buya Syafii untuk memberikan testimoni tentang Gus Dur.
Diketahui, Buya dan Gus Dur adalah dua tokoh yang berbeda dalam berorganisasi. Buya pernah menjadi Ketua Umum PP Muhammadiyah dan Gus Dur pernah menjadi Ketua Umum Tanfidziyah PBNU.
Namun, keduanya cukup dekat. Dalam satu bukunya, Buya pernah terus terang berkirim surat pada Gus Dur. Saat itu, Buya memberikan pandangannya tentang pemerintahan dan posisi Gus Dur sebagai Presiden RI. Buya menulis surat itu dalam kapasistasnya sebagai sahabat.
Mungkin karena hubungan baik keduanya itu, saya ditugaskan untuk menelepon Buya. Kala itu, Buya adalah sosok yang mudah dihubungi melalui nomor telepon. Sekali telepon langsung diangkat.
Lalu setelah mengucapkan salam dan sebagainya, saya meminta Buya memberikan testimoninya tentang Gus Dur. Saat itu seingat saya, saya bertanya apa yang paling Buya kenang pada sosok Gus Dur.
Lalu Buya menjawab bahwa Gus Dur adalah sosok yang senang silaturrahmi. Gus Dur adalah sosok yang menjaga hubungan. Buya bercerita bahwa dengan kondisi menggunakan kursi roda, Gus Dur bersilaturrahmi ke kediaman Buya.
Dari cerita Buya, seingat saya silaturrahmi itu dilakukan pada Januari 2009 atau 11 bulan sebelum Gus Dur wafat. Saat silaturrahmi itu, Buya menceritakan bahwa dirinya dan Gus Dur berbicara banyak hal. Juga berbicara tentang kondisi bangsa saat itu.