Akhirnya dia bilang bahwa butuh uang Rp 5 juta untuk pelicin. "Zaman sekarang kerja di swasta juga butuh pelicin mba," kata Pak Nana pada ibu. Aku sudah mulai tak percaya dengan ucapan Pak Nana itu. Akal bulus.
Tapi ibu memang punya hasrat besar agar aku kerja kantoran. Ibu yang hanya lulus SD itu hanya meminta aku kerja kantoran. Ibu pun menyanggupi memberi uang Rp 5 juta pada Pak Nana. Aku sebenarnya sudah tak tahan, tapi kalau ibu sudah punya hajat, aku tak bisa menolak.
Aku selalu terngiang bagaimana dinihari ibu selalu sudah menyiapkan segalanya untuk berjualan. Semua itu dilakukan untukku. Aku tidak mau ibu kecewa dan menangis karena penolakanku.
Aku ikuti saja kata ibu. Kemudian, aku diajak Pak Nana ke kota. Aku dibawa ke kantor penerbitan itu. Pak Nana membawaku ke bagian personalia. "Mba ini calonnya," kata Pak Nana pada seorang wanita di bagian personalia.
Lalu, setelahnya Pak Nana pamit keluar dulu. Dia merasa tak enak ada di dalam. Dia menunggu di luar. Okelah, aku bersama mba yang bagian personalia itu. "Jadi masnya sudah tahu ya deskripsi pekerjaannya. Kalau pagi siapkan minuman bagi para pegawai. Setelah itu bersih-bersih lantai. Nanti kalau ada pegawai minta dibelikan makanan, masnya ambil saja, biasanya ada tipnya," kata mba itu.
Aku bergumam dalam hati. "Itu sih pekerjaan office boy," kataku di hati. "Mba maaf bisa diulangi lagi tadi pekerjaan saya. Maklum mba bicaranya terlalu cepat," aku bilang begitu sembari menyiapkan rekaman di telepon genggamku.
Setelah mbanya bicara panjang lebar, aku pun berujar. "Jadi saya tidak untuk jadi editor, mba," kataku. "Kan memang tak ada lowongan untuk editor. Pak Nana bilang kalau saudaranya butuh pekerjaan dan mau kerja apa saja. Ya ini ada lowongan office boy," ujar mba itu.
Setelah agak basa-basi akhirnya aku pamit. Aku celingukan mencari Pak Nana. Tapi yang kucari tak ada batang hidungnya. Ibu benar-benar dikadali. Aku pulang sendirian ke kampung naik bus.
Sampai di rumah, aku bercerita dan rekaman aku putarkan di hadapan ibu. Tiba-tiba ibu pingsan. Ini yang paling tidak aku harapkan. Ibu kadang memang bisa sangat lemah, kadang sangat kuat, tak bisa diprediksi. Itu juga yang membuatku berpikir ulang untuk menolak permintaan ibu.
*
Satu ketika, Wawan temanku saat kuliah mampir ke rumah. Dia pamer sudah bekerja di sebuah perusahaan asuransi. Dia bilang itu berkat jaringannya selama masih kuliah.