Manchester United (MU) belum bisa bangkit di ajang Liga Inggris. Setelah juara di musim 2012-2013, MU belum pernah lagi menjadi juara. Keterpurukan MU, menurut saya salah satunya karena faktor mantan pelatih mereka, Sir Alex Ferguson.
Selama 27 tahun, Ferguson menancapkan pengaruhnya di MU. Ferguson cukup beruntung di awal-awal melatih MU. Tiga musim awal melatih MU, Ferguson tak mampu mempersembahkan piala. Tapi dia masih diberi kesempatan sampai kemudian puluhan piala kelas wahid didapatkan selama 27 musim.
Okelah saya akan mulai menjelaskan mengapa Ferguson ikut andil atas babak belurnya MU belakangan ini. Ferguson diketahui telah menancapkan kukunya sangat dalam di MU.
Pada satu kesempatan, Ferguson pernah bilang bahwa tak boleh ada pemain yang lebih besar dari klub. Pernyataan itu untuk menjelaskan bahwa pemain bisa saja dia depak atau dilepas dan MU tetap besar.
Gordon Strachan, Andrei Kanchelskis, Paul Ince, David Beckham, Cristiano Ronaldo adalah sederet nama yang pergi dari MU. Sekalipun nama-nama itu pergi, MU tetap eksis. Pemain sekelas Eric Cantona dan Roy Keane juga pensiun dan MU tetap eksis.
Sadar atau tidak, berniat atau tidak, di sisi lain, Ferguson jadi identik dengan MU. Sebab, ketika pemain keluar masuk, Fergie tetap ada di MU. Fergie menolak pemain lebih besar dari klub tapi dirinya malah identik dengan MU.
Fergie kemudian menancap ke banyak sisi di MU. Ketika dia mencabut tancapannya, maka goyahlah MU. Seperti kita ketahui, setelah Fergie pergi, MU belum lagi pernah juara Liga Inggris.
Fergie seperti menemukan nyawanya di MU dan sebaliknya. Sebagai seorang pemimpin organisasi (tim sepak bola), maka Ferguson sudah selayaknya bisa memberikan tongkat estafet dengan baik.
Tongkat estafet itu setidaknya berisi tiga hal. Pertama, memberi gambaran pada pelatih pengganti bagaimana dia mengatur pemain MU. Transformasi itu sangat penting karena Fergie sudah mengakar di MU.
Kedua, dia harus menjelaskan pada para pemain MU bahwa akan ada pelatih baru. Maka, pemain MU harus adaptasi dengan tipe pelatih baru. Ketiga, memberi pengaruh pada manajemen bagaimana harusnya memperlakukan pelatih baru MU seperti manajemen MU memperlakukan dirinya. Artinya, pelatih MU jangan langsung ditarget tinggi karena butuh adaptasi.
Mungkin dua poin pertama dalam tongkat estafet sudah dilakukan Fergie. Walaupun jika melihat karakternya yang cenderung keras kepala, sepertinya tak dia lakukan. Tapi poin ketiga soal pemberian kesempatan lebih lama pada pelatih baru, manajemen MU tak melakukannya. Ada dua kemungkinan, Fergie gagal membuat pengaruh di manajemen atau dia cuek dengan masa kerja penerusnya (dalam hal ini David Moyes).