Saya mendapatkan beberapa tulisan beberapa hari belakangan ini soal ojek online (ojol). Yang saya tangkap, tulisan itu menjelaskan bahwa ada kesan bahwa ojol diistimewakan. Dari mulai cashback dari Pertamina sampai pelanggan ojol yang berbaik hati. Sementara, pihak lain yang kena dampak Covid-19 seperti kurang mendapatkan perhatian.
Ada dua hal yang ingin saya tulis. Pertama adalah apakah benar bahwa mereka yang terdampak Covid-19 tak mendapatkan perhatian seperti ojol? Seperti pekerja sektor lain misalnya. Saya tentu tak tahu persis.Â
Namun, bisa jadi sebenarnya yang lain juga mendapatkan perhatian. Hanya saja, perhatian itu tak masuk ke ranah media utama atau media sosial. Untuk membuktikan apakah pihak selain ojol mendapatkan perhatian atau tidak, sepertinya harus turun ke lapangan dan bertanya langsung pada mereka yang terdampak.
Kedua, soal diistimewakan. Khusus dalam cashback Pertamina, kesan yang muncul memang ojol diistimewakan dari yang lainnya, yakni seperti angkutan umum atau ojek non aplikasi. Sehingga, seperti saya kutip dari pernyataan Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan di lokadata.id, rawan memunculkan kecemburuan sosial.
Oke, lalu yang pertama soal apakah pekerja sektor lain tak mendapatkan perhatian seperti ojol, saya tak akan membahasnya karena itu memang benar-benar harus turun ke lapangan. Semua dari kita bisa menjawab pertanyaan itu ketika turun ke lapangan dan ngobrol dengan pihak selain ojol, misalnya pekerja harian, pebisnis kecil, dan lainnya.
Saya hanya membahas yang kedua. Itu pun bukan soal ojol dengan ojek pangkalan dan angkutan lain. Saya hanya ingin bercerita bahwa soal diistimewakan, sejak mula ojol memang "diistimewakan", baik secara langsung atau tak langsung.
Kalau secara langsung, sudah jelas bahwa sebenarnya ojek bukan angkutan umum. Maka, sebenarnya keberadaan mereka rawan dipersoalkan. Namun, di sisi lain keberadaan ojek adalah sesuatu yang dibutuhkan masyarakat.
Persoalan ini sudah lama sebenarnya terjadi, jauh sebelum ada ojol. Sebab, ojek pangkalan pun berstatus bukan angkutan umum. Namun, meledaknya ojol membuat persoalan ini kembali mengemuka. Kemudian, seperti kita ketahui, ojol tetap berjalan sampai saat ini. Artinya, ada kompromi pemerintah terkait aturan angkutan umum. Pemerintah melihat ojol sebagai moda yang dibutuhkan masyarakat.
Yang kedua "diistimewakan" secara tak langsung. Dalam beberapa waktu lalu, secara tak langsung ojol adalah moda yang mendapatkan promosi gratis luar biasa. Kenapa? Karena banyak sekali polemik yang muncul antara ojol dengan opang. Polemik ini muncul di banyak tempat.
Karena polemik luar biasa, maka menjadi santapan media, menjadi salah satu pusat perhatian pemerintah, menjadi obrolan dari banyak masyarakat. Karena jadi pusat perhatian, maka rasa ingin tahu soal ojol makin tinggi. "Apa sih sebenarnya yang diributkan ojol dengan opang? Apa sih ojol itu?"
Terlepas apapun konfliknya, siapa yang benar, tapi pemberitaan dan obrolan kita yang menggebu-gebu soal ojol ini membuat ojol makin dikenal. Orang jadi pengin tahu dan akhirnya mencoba ojol. Setelah mencoba, ternyata lebih banyak enaknya daripada tidaknya. Makin merebaklah ojol.