Mohon tunggu...
rokhman
rokhman Mohon Tunggu... Freelancer - Kulo Nderek Mawon, Gusti

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Warga Pakistan Melawan Efek Samping Corona dengan Zakat

1 April 2020   18:49 Diperbarui: 1 April 2020   19:23 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi shutterstock dipublikasikan kompas.com

Warga Pakistan melakukan apa yang dilakukan banyak warga dunia dalam melawan corona. Mereka masing-masing menjaga jarak agar corona tak semakin menyebar. Namun, ada yang terlihat lain di Pakistan. Warga berlomba-lomba untuk berzakat di tengah terjangan efek buruk corona. Hal ini seperti ditulis Aysha Imtiaz di bbc.co.uk, Rabu (1/4/2020).

Berikut rangkuman kronologi ceritanya seperti ditulis Imtiaz. Pakistan termasuk negara yang sedang berjuang melawan corona. Karena itu, mereka juga menerapkan jaga jarak antarmanusia. Aktivitas pun juga berhenti karena imbauan untuk tak keluar rumah. Namun, efek yang terjadi adalah banyak orang yang kehilangan pekerjaan. Mereka adalah para pekerja harian, pedagang kaki lima, dan tukang semir sepatu.

Kenyataan itu membuat Perdana Menteri Pakistan Imran Khan mengungkapkan pendapatnya. Dia mengatakan, penguncian warga agar tak keluar rumah membuat ekonomi 25 persen warga Pakistan bermasalah. Imran mengatakan 25 persen warga Pakistan (karena tak kerja imbas corona) tak bisa makan dua kali sehari.

Imran mengatakan, ketika pemerintah "mematikan" kota-kota, maka akan menyelamatkan warga dari ancaman corona. Namun, di sisi lain, jika "mematikan" kota-kota, maka banyak warga yang akan meninggal kelaparan. Imran pun jujur dengan kondisi negaranya. 

Dia mengatakan, Pakistan tak memiliki kekayaan seperti negara di Eropa dan negara Amerika Serikat. Dia mengakui bahwa kemiskinan masih menjadi masalah besar di Pakistan.

Dari fakta itu, maka warga Pakistan pun melakukan hal yang sudah sering mereka lakukan. Di tengah jaga jarak dan tetap di rumah, mereka juga tetap belanja. Nah, di Kota Karachi pemandangan zakat itu terlihat. 

Setelah berbelanja, warga tak langsung pulang tapi berzakat atau bersedekah di jalanan itu pada mereka yang kehilangan pekerjaan karena corona. Bukan hanya memberi, orang yang memberi zakat atau sedekah mengucapkan kata kata pada orang yang menerima zakat atau sedekah, "berdoalah agar (coronavirus) segera berakhir," begitulah pernyataan yang diucapkan si pemberi zakat ke penerima zakat.

Gerakan ini tentu bisa memberi keringanan pada warga yang kesusahan ketika berhadapan dengan situasi corona. Ya, mereka yang kesusahan adalah mereka yang pekerjaannya hilang karena banyak orang diminta untuk berdiam diri di rumah.

Diketahui, konsepsi zakat adalah konsepsi Islam. Pakistan adalah negara yang mayoritas penduduknya Islam. Zakat adalah memberikan harta 2,5 persen setelah memenuhi syarat. 

Nah, di masa sekarang ini warga Pakistan yang mampu, memberikan lebih dari 2,5 persen. Sementara, warga yang tidak terlalu kaya dan tak bisa memberi sampai berusaha memberi secara maksimal sesuai dengan kemampuannya.

Pakistan sendiri adalah negara yang warganya doyan bersedekah. Hal itu menjalar ke negara. Menurut laporan Stanford Social Innovatoon Review, Pakistan menyumbangkan lebih 1% dari PDB-nya untuk amal. 

Jumlah itu termasuk luar biasa untuk negara yang masih berjuang melawan kemiskinan. Sebagai perbandingan saja, Inggris yang lebih kaya beramal 1,3 persen dari PDB-nya. Kanada yang juga lebih kaya  beramal 1,2 persen dari PDB-nya.

Seorang warga Pakistan yang hidup di Loughborough Inggris pun memberikan testimoninya soal sedekah atau zakat orang Pakistan. Dia mengatakan, orang orang Pakistan akan memuliakan tamu. Dia mengatakan bahwa warga Pakistan mengutamakan orang lain. "Sebagai bangsa kita tak memiliki banyak  tapi kita memiliki hati yang besar," ujarnya di BBC.

Dr Imtiaz Ahmed Khan, ahli biologi molekuler dari Universitas Hamdard Karachi pun memberi pandangan dari sisi spiritual. Zakat, katanya, pembersih spiritual. Uang, katanya, adalah seperti kotoran di tangan seseorang. "Zakat menghilangkan kotoran dari kekayaan," katanya.

Realistis
Selama ini kita disuguhkan dua kutub hitam putih, yakni jaga jarak atau corona menyerang. Ada juga yang mengatakan bahwa nyawa tak bisa diganti tapi ekonomi bisa diperbaiki. 

Tapi, jarang sekali kampanye yang membela orang-orang yang terpuruk ekonominya karena corona. Bahkan, jika memotret India, orang-orang yang keluar rumah pun diperlakukan layaknya kriminal.

Saya pikir Pakistan telah memberikan jalan tengah yang sangat bijak. Mereka melakukan aksi di rumah saja, tapi juga berzakat untuk membantu mereka yang kepayahan secara ekonomi karena corona. 

Saya pikir banyak negara (yang belum maju), layak mencontoh Pakistan. Tentu saja, bagi negara yang penduduknya bukan mayoritas muslim, nama konsepnya diubah. Bukan zakat atau sedekah, tapi berbagi.

Kita di Indonesia pun juga bisa melakukannya. Jarak fisik bukan menjadi alasan untuk menjauhkan sisi spiritual kita. Barangkali ketika sisi spiritual dengan zakat atau berbagi ini digenjot, maka kita akan semakin dewasa memahami keadaan. Kita makin tak takut berlebihan, bisa memahami bahwa jenazah memang harus dikubur, bukan ditolak. Mungkin kita menjadi semakin paham bahwa sisi spiritual adalah memikirkan orang lain, termasuk memikirkan bagaimana sosialisasi paling baik agar warga tak ketakutan berlebihan. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun