Di Djibouti itu, Farah yang masih kecil karena umurnya kurang dari 8 tahun, belajar membaca Alquran di sekolah. Selain itu juga belajar sejarah Prancis dan sejarah lokal di Djibouti. Saat sekolah itu, di pagi hari setiap anak mendapatkan giliran maju ke depan untuk membaca.
Farah pun bercerita bahwa dia kesulitan membaca dan menulis. Dia mengaku menderita disleksia yakni gangguam belajar yang ditandai dengan sulit membaca. Maka jika satu pagi dia akan mendapatkan giliran membaca di depan kelas, Farah memilih menghafalkannya terlebih dahulu di malam hari sampai dia benar-benar hafal.
Tak diceritakan siapakah yang membantu Farah untuk menghafal. Nah, saat membaca di depan murid lain dan guru, Farah seolah-olah membaca dengan cara melihat buku. Padahal, dia bukan membaca tapi menghafal. Berbeda dengan Farah, Hasan yang kembarannya itu justru memiliki bakat alami untuk belajar.
Hidup indah di Djibouti harus berakhir karena sang kakek meninggal dan sang nenek memilih ke Belanda untuk hidup bibi dari Farah. Lalu, Farah yang berumur 8 tahun, pindah ke Inggris untuk hidup bersama ayahnya. Sementara, Hasan tetap di Somalia.
Diketahui, ayah Farah yakni Mukhtar Farah adalah ahli IT yang orang Somalia tapi berwarganegara Inggris. Mukhtar Farah sempat hidup di Somalia untuk bekerja. Saat Farah ikut sang ayah di Inggris, semuanya tak mudah. Sebab, Farah hanya sedikit mengerti bahasa Inggris.
Namun, berkat kerja kerasnya Farah bisa tetap bertahan dan beradaptasi di Inggris. Mulanya Farah ingin menjadi montir atau pemain sayap bagi klub Arsenal. Namun, di usia 11 tahun, seorang guru fisik mengarahkan Farah untuk jadi pelari. Dari situlah sejarah legenda lari dimulai. Kemudian, jalan Farah menjadi warga negara Inggris mulus berkat bantuan Eddie Kulukundis.
Farah sempat bekerja di restoran cepat saji dan toko olahraga selepas lulus sekolah. Kemudian, Farah mendapatkan dana hibah untuk penuh menjadi atlet. Kehidupan Farah lambat laun pun berubah.
Sekalipun agak terlambat bersinar di Olimpiade, toh Farah mampu memberikan yang terbaik bagi Inggris. Farah diketahui mendapatkan medali emas pertama pada ajang Olimpiade di usia 29 tahun.
Sekalipun Farah sukses, masih ada salah satu saudaranya yang hidup di Somalia, selain Hasan. Saudara itu bernama Faisal yang memilih menjadi petani. Saat Farah berlari dan mendapatkan medali emas Olimpiade 2012, Faisal pun mengaku tak cemburu. "Karena saat dia lari, seolah-olah aku juga berlari. Jadi aku tak cemburu," katanya di guardian.
Hidup Farah menjelaskan bahwa lika liku itu ada dan bisa sangat menyulitkan. Farah hidup di tiga negara yang berbeda, berjauhan dengan saudara karena negara dilanda perang saudara, mengidap disleksia. Tapi, kerja keras pantang menyerah Farah yang terinspirasi dari Alquran membuat lelaki kurus ini menjadi legenda. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H