Ada yang tak sepakat dengan Fadli Zon soal sebagian komentar-komentarnya. Saya pun begitu. Tapi, energi Fadli Zon yang istikomah terus-menerus mengkritik pemerintah dari banyak sisi, adalah poin plus baginya. Setidaknya, di alam bebas berpendapat ini, orang yang  mengkritik pemerintah adalah cermin bahwa tak ada yang selalu benar, termasuk si pengkritiknya.
Banyak sekali kritikan yang dilayangkan Fadli Zon pada pemerintah. Fadli sebenarnya sudah lama mengkritik pemerintah. Namun, kritiknya makin mewabah setelah jadi anggota DPR RI mulai 2014. Kebetulan juga, Gerindra di periode 2014-2019 menjadi partai yang berlawanan dengan pemerintah. Apalagi, saat itu Fadli adalah wakil ketua DPR. Sehingga, banyak momen dia muncul ke publik karena jabatannya tersebut.
Kemudian, untuk periode 2019-2024, Fadli juga kembali menjadi anggota DPR, tapi tak jadi pimpinan DPR. Sekalipun di periode 2019-2024 Gerindra masuk pemerintahan, tak menghentikan sepak terjang Fadli untuk mengkritik pemerintah. Fadli mengkritik soal staf khusus Jokowi yang dinilai hanya sebagai hiasan. Fadli juga mengkritik  pemerintah yang dinilai lamban dalam masalah corona. Fadli pun menyerukan lockdown.
Terus-menerus mengkritik pemerintah tentu memerlukan energi yang luar biasa dan Fadli Zon bisa melakukannya. Kontinu atau konsisten itu adalah nilai penting dan Fadli Zon telah melakukannya. Entah di manapun, dia tetap mengkritik pemerintah. Apakah partainya di dalam atau di luar pemerintahan, Fadli tetap mengkritik keras. Apalagi, Fadli adalah anggota dewan yang salah satu tugasnya adalah penyeimbang pemerintah.
Kalau ada orang mengkritik angin-anginan, tentu bukan hal yang istimewa. Ketika ingin punya posisi mengkritik habis-habisan, tapi ketika mendapatkan posisi lebih memilih diam. Ketika kehilangan posisi kembali berkoar dan berharap dapat posisi, setelah kembali dapat posisi kembali diam. Karena ingin masuk pemerintahan kritiknya mati-matian, tapi ketika sudah masuk pemerintahan lebih memilih diam. Itu menurut saya biasa saja dan tak istimewa, sekalipun  juga hak politik setiap orang untuk berbicara atau diam. Namun, tengoklah Fadli yang konsisten berbusa-busa dengan kritikannya.
Jika kritikan Fadli tak berkelas bagaimana? Ya gampang, masyarakat bisa balik mengkritiknya. Apalagi, di zaman ini, ketidaksepakatan bisa langsung diungkapkan melalui dunia maya. Maka, ketika tak sepakat dengan Fadli, langsung saja komentar di dunia maya. Ungkapka  poin ketidaksukaan Anda pada Fadli Zon. Saat ini semua terbuka.
Nah, kemudian mari kita menengok jauh ke belakang. Masa di mana kebebasan berpendapat sangat sulit terjadi di masa lalu. Dulu, orang yang berani berbeda dengan pemerintah bisa kena masalah. Bisa terkait posisi atau jabatannya, terkait ekonominya. Apalagi orang yang konsisten beda pendapat dengan pemerintah, akan lebih kena masalah. Maka, dulu sangat jarang ada orang berani mengkritik pemerintah. Maka, mari kita ingat masa-masa itu.
Sementara di masa kini, semua bebas bicara, bahkan mengkritik pemerintah. Ketika ada orang yang terus mengkritik pemerintah seperti Fadli Zon, maka itu mengingatkan kita bahwa berbeda itu wajar. Saya pun tak melihat bahwa ada indikasi Fadli mengkritik karena sakit hati. Misalnya karena dicopot posisinya dari pemerintahan lalu getol mengkritik. Setahu saya, Fadli tak pernah berada dalam pemerintahan lalu dicopot jabatannya.
Boleh juga tak sepakat dengan Fadli Zon, tapi bukan berarti menghardiknya hanya gara-gara doyan mengkritisi pemerintah. Tak sepakat dengan pendapat Fadli bukan berarti tak sepakat dengan Fadli sebagai manusia. Memang itu sulit. Saya sendiri kadang takut, apakah bisa membedakan antara benci orangnya dan benci pernyataannya.
Jangan Punah
Bukan Fadli Zon yang saya tekankan untuk bahasan ini. Tapi bagaimana orang-orang yang memiliki kemampuan, memiliki kekuatan, memiliki kecerdasan alangkah baiknya mengkritisi hal-hal yang tak berjalan dengan semestinya. Bukan hanya mengkritisi pemerintah tapi juga pihak swasta jika sudah mulai bermasalah melanggar hukum dan kepatutan. Â
Kritis itu jangan sampai punah. Khususnya terus dijaga oleh orang-orang yang relatif bersih. Apalagi zaman kini, orang 'dipaksa' untuk sibuk dengan kehidupannya sendiri. Dipaksa untuk fokus mencari sesuap nasi yang bisa membuat bahwa kita punya tetangga, punya tatanan pemerintahan, tatanan niaga, yang jika tidak kita amati, bisa melenceng, melesat jauh dari sasaran kemanusiaan.