Pada umumnya masyarakat di Tanah Air senang berbagi informasi. Sayangnya, belakangan ini masyarakat menjadi latah. Ketika ada seorang membagi informasi di dunia maya, maka seorang lainnya ikut menyebarkannya. Tanpa lebih dahulu mengklarifikasi kebenaran dan memastikan manfaat informasi yang disebar.
Jika berita yang dibaginya bermanfaat dan betul adanya -- tidak merugikan suatu pihak, maka tidak masalah. Artinya, berita tersebut bernilai positif dan bisa diterima. Tetapi, bagaimana kemudian berita yang disebar tidak ada unsur manfaatnya malah menimbulkan fitnah? Dan, inilah polemik baru yang terjadi di negeri dengan 34 provinsi ini. Penyebaran berita palsu atau bohong (hoax), namanya.
Maraknya hoax akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan. Ternyata hoax bukan hanya menjadi isu sosial yang terjadi di Tanah Air saja, melainkan telah menjadi isu dunia. Meski pemerintah telah membuat Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE), namun masih ada saja orang yang terlibat menyebarkan hoax di dunia maya. Padahal jelas, pelakunya akan dikenakan hukuman.
Lalu saya membayangkan, bagaimana mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia yang kompetitif, inovatif, dan berkarakter jika masih ada orang-orang yang suka menyebarkan berita bohong, baik di dunia nyata maupun di dunia maya?
Oleh karena itu, kita tidak harus terus-menerus bergantung kepada pemerintah meminta solusi atas permasalahan ini. Ada baiknya kita mencari alternatif lain bagaimana menjadikan bangsa ini menjadi bangsa yang unggul. Yang mana di dalamnya banyak terdapat SDM berkarakter. Yang tidak mudah terprovokasi dengan hoax atau isu lainnya.
Adalah dengan menanamkan budaya literasi sejak dini dimulai dari diri sendiri. Kemudian menyebarkan budaya literasi tersebut kepada orang-orang sekitar. Memupuk budaya literasi merupakan salah satu cara ampuh menangkal beragam persoalan, semisal hoax. Seperti kita ketahui, dunia literasi berhubungan erat dengan membaca dan menulis.
Banyak manfaat yang dapat kita peroleh dari membaca, sebut saja bisa memperluas wawasan, meningkatkan memori, konsentrasi, dan fokus, mengurangi stres, dan tentunya meningkatkan kemampuan menulis. Sementara, dengan menulis kita dapat mengembangkan berbagai gagasan hingga dapat melambungkan nama kita dikenal banyak orang.
Namun berkembangnya zaman, istilah literasi kini terus berubah dan jenisnya makin beragam. Istilah literasi bukan hanya sebatas kemampuan membaca, menulis, mengenali, lalu memahami dan berpikir secara kritis terhadap ide-ide yang ada. Lebih dari itu. Literasi adalah kemampuan individu untuk menggunakan segenap potensi dan skill yang dimiliki dengan mengombinasikan unsur bahasa didalamnya.
Di zaman sekarang, kemampuan literasi sangat diperlukan. Tidak bisa dielakkan lagi. Hampir di segala lini setiap individu memakainya untuk berproses dalam hidup.
Mading Unik
Berdasarkan studi Most Littered Nation In the World yang dilakukan oleh Central Connecticut State Univesity pada Maret 2016 yang lalu, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara soal minat membaca. Sungguh, ironi!