Tahun 2022 tak terasa telah terlewati kini, kita memasuki tahun 2023 dimana masyarakat sudah mulai dipaksa membaca dan menelaah arah gerak calon pemimpinnya. Tak sampai disitu, kondisi masyarakat Indonesia yang belum seluruhnya mementingkan moment ini-pun juga akan segera terlibat.
Stigma-stigma buruk tentang politik yang mulai dibangun oleh elit-elit parpol, memancing masyarakat agar acuh dengan pergantian kepemimpinan di negaranya sendiri. Justru, kelemahan daya baca arah gerak politisi di masyarakat akan menjadi sebuah senjata terbarukan bagi para pencari kursi-kursi jabatan yang entah serius mengemban amanahnya kelak, atau malah tidak tahu menahu kemana perahu yang Ia kemudi akan dilabuhkan.
Tingkat kesadaran politik di masyarakat Indonesia masih terbilang lemah, hal ini banyak dipengaruhi oleh beberapa indikator yang diantaranya yakni ;
- Ketidak puasan masyarakat terhadap pemilihan sebelumnya.
- Mosi tidak percaya terhadap para pemangku jabatan yang terbangun, akibat ulah-ulah para pendayaguna fasilitas negara.
- Pembentukan isu-isu kekuasaan yang terjadi di naratori oleh para politisi yang ternyata bukan untuk peningkatan sumber daya masyarakat, melainkan untuk merebut kekuasaan semata.
- Doktrin-doktrin pelarangan untuk terlibat langsung ataupun tidak langsung dalam proses politik praktis yang terjadi. Hal ini bisa terjadi dikarenakan adanya isu bahwa tidak ada kejujuran yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam politik itu sendiri.
Perebutan kekuasaan di Indonesia setiap tahunnya memiliki catatan buruk, masih banyak kiranya oknum-oknum diluar maupun didalam Komisi Pemilihan Umum yang lupa dengan sumpahnya sebelum menerima kendali peralihan kepemimpinan. Banyak dari mereka-pun tak tahu arah, demi mensukseskan amarah mereka pada kekurangan finansial, tak ayal masyarakat yang kurang melek pada pemerintahan malah jadi korban.
Perlu kiranya, Masyarakat Indonesia mulai menyadari pentingnya peralihan kekuasaan. Bukan hanya sebagai tontonan peraduan intelektual gagasan, melainkan sebagai penentu arah bangsa kedepan. Perlu kesiapan lahir dan batin masyarakat dalam mengawal pemilu 2024, tidak hanya menyerahkan tangan pada yang berhak mengoperasikan jalannya pemilu, namun juga memantau setiap adanya kecurangan yang sistematis mungkin akan terjadi pada pemilu.
Bukan sebuah ketidak mungkinan bahwa kecurangan akan terjadi di 2024. Pasrah terhadap kemungkaran bukanlah jalannya yang bisa dibenarkan. Kita sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam demokrasi, tentu perlu mengawal jalannya sirkuslasi politik yang akan terjadi.
Tak bisa dipungkiri, apabila masyarakat yang harusnya menjadi pemegang kendali tertinggi di negaranya, justru enggan mengambil warisan untuk merawat demokrasi kebangsaan yang sedang di sembuhkan lukanya. Di 2024, akankah kita mengawal sirkulasi kepemimpinan, atau hanya sekedar menonton sirkus yang aktornya sedang kelaparan ?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI