Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Anomali Mayoritas Pemilih Indonesia: Mengapa Kompetensi dan Integritas Pemimpin Tidak Lagi Menjadi Prioritas?

19 Oktober 2024   17:13 Diperbarui: 19 Oktober 2024   17:14 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Fenomena ini bukan hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di banyak negara berkembang lainnya. Namun, Indonesia memiliki tantangan tersendiri karena tingginya tingkat kemiskinan dan ketimpangan ekonomi yang membuat banyak orang lebih rentan terhadap politik uang. Penelitian Muhtadi (2018) menunjukkan bahwa pemilih di daerah pedesaan atau berpenghasilan rendah lebih mudah dipengaruhi oleh politik uang karena alasan ekonomi (Muhtadi, B. (2018). Vote Buying in Indonesia: The Mechanisms and Effects of Clientelism).

Selain itu, lemahnya penegakan hukum juga berkontribusi terhadap maraknya praktik politik uang. Dalam beberapa kasus, meskipun ada bukti kuat tentang keterlibatan calon dalam politik uang, sanksi yang diberikan tidak setimpal atau bahkan tidak ada. Hal ini memperkuat persepsi bahwa politik uang adalah bagian dari budaya politik yang tidak bisa dihindari.

Mengapa Pemilih Bisa Memilih Berdasarkan Faktor Non Objektif?

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Untuk memahami mengapa pemilih di Indonesia sering memilih berdasarkan faktor-faktor yang tidak objektif, kita harus melihat lebih dekat beberapa aspek kunci:

1. Politik Uang sebagai Solusi Praktis

Bagi banyak pemilih, politik uang menawarkan manfaat praktis yang langsung terasa. Meskipun banyak pemilih yang mengetahui bahwa politik uang adalah tindakan tidak etis, mereka merasa bahwa imbalan material yang diberikan adalah satu-satunya manfaat konkret yang bisa didapatkan dari pemilu. Ini terjadi terutama di daerah-daerah yang minim pendidikan politik dan mengalami kesulitan ekonomi.

2. Kekuatan Citra di Media Sosial

Seperti yang telah dibahas, media sosial memiliki peran yang signifikan dalam membentuk persepsi pemilih. Kandidat yang memiliki pengikut besar atau mampu menghasilkan konten viral sering kali dianggap lebih menarik oleh pemilih, meskipun rekam jejak atau kompetensinya tidak pernah diteliti lebih lanjut. Fenomena ini memperlihatkan bagaimana media sosial, yang seharusnya digunakan untuk mendidik dan menyebarkan informasi yang tepat, justru lebih banyak digunakan sebagai alat manipulasi citra.

3. Ketergantungan pada Identitas Kolektif

Banyak pemilih di Indonesia yang memilih pemimpin berdasarkan identitas kolektif seperti afiliasi agama, etnis, atau hubungan kekerabatan. Di beberapa daerah, calon pemimpin yang berasal dari suku yang sama atau memiliki afiliasi keagamaan yang sama dengan pemilih sering kali lebih dipilih tanpa memperhatikan kompetensinya. Ini menunjukkan bahwa faktor emosional sering kali lebih dominan daripada penilaian objektif dalam proses pemilihan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun