Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tragedi Hutang: Ketika Ketidakadilan Sosial Merenggut Nyawa Anak

24 September 2024   18:43 Diperbarui: 24 September 2024   18:45 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ketidakadilan Sosial dan Hutang: Pelajaran Pahit dari Kasus Pembunuhan Anak

Kasus pembunuhan tragis seorang bocah berusia empat tahun yang melibatkan lima orang dewasa, menjadi cermin nyata betapa kuatnya pengaruh sosial budaya dan ketidakadilan dalam kehidupan sehari-hari. Motif hutang, yang mungkin tampak sederhana, justru menjadi pemicu yang membawa tragedi ini. Namun, di balik semua itu, ada pertanyaan yang lebih mendasar: Bagaimana ketidakadilan sosial, sistem hukum, dan perlindungan diri dapat mencegah hal semacam ini terjadi?

1. Ketimpangan Sosial Budaya: Tekanan Hidup dan Budaya Malu

Di masyarakat Indonesia, budaya "malu" sangat berpengaruh, terutama terkait masalah hutang. Rasa malu karena tidak mampu membayar hutang sering kali membuat orang merasa terpojok, tidak memiliki jalan keluar, dan akhirnya mengambil tindakan ekstrem. Dalam kasus ini, para pelaku mungkin merasa tekanan sosial dari lingkungan sekitar yang terus menuntut mereka untuk menuntaskan hutang.

Ketimpangan sosial juga memperburuk kondisi ini. Mereka yang berada di lapisan masyarakat bawah sering kali memiliki akses terbatas ke solusi finansial yang adil. Ketika pilihan seperti mediasi hutang atau bantuan hukum tidak tersedia, mereka cenderung mencari solusi sendiri, yang kadang berakhir dengan kekerasan. Rasa putus asa dan keterasingan sosial juga memicu ketidakmampuan dalam mengelola konflik hutang.

Penelitian dari Journal of Economic Psychology menunjukkan bahwa tekanan sosial dan rasa malu akibat hutang dapat menyebabkan tindakan agresi, terutama ketika seseorang merasa tidak ada cara lain untuk menyelesaikan masalahnya.

2. Hukuman dan Efek Jera: Pentingnya Penegakan Hukum yang Tegas

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
  • Hukuman yang Adil dan Efektif

Dari perspektif hukum, kasus pembunuhan ini seharusnya direspon dengan hukuman yang tegas. Pasal 340 KUHP Indonesia tentang pembunuhan berencana mengancam pelaku dengan hukuman mati atau penjara seumur hidup. Hukuman yang tegas seperti ini diharapkan mampu memberikan efek jera, tidak hanya bagi pelaku, tetapi juga bagi siapa pun yang berpotensi melakukan tindak kekerasan serupa.

Namun, apakah hukuman berat ini sudah cukup? Dalam banyak kasus, efek jera yang diharapkan dari hukuman mati atau seumur hidup sering kali tidak efektif karena penegakan hukum yang lambat atau ketidakpercayaan terhadap sistem peradilan. Penelitian dari Criminal Justice Studies menyatakan bahwa kecepatan dan kepastian penegakan hukum sering lebih efektif dalam menciptakan efek jera daripada beratnya hukuman itu sendiri.

  • Mendorong Perlindungan Hukum yang Lebih Terstruktur

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun