Mohon tunggu...
Ilham Akbar Junaidi Putra
Ilham Akbar Junaidi Putra Mohon Tunggu... Apoteker - Pharmacist

✍️ Penulis Lepas di Kompasiana 📚 Mengulas topik terkini dan menarik 💡 Menginspirasi dengan sudut pandang baru dan analisis mendalam 🌍 Mengangkat isu-isu lokal dengan perspektif global 🎯 Berkomitmen untuk memberikan konten yang bermanfaat dan reflektif 📩 Terbuka untuk diskusi dan kolaborasi

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menjual Pasir dengan Label Sedimentasi: Apakah Ekosistem Kita yang Dikorbankan?

21 September 2024   22:10 Diperbarui: 21 September 2024   22:13 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Kebijakan Ekspor Pasir Laut dan Kekhawatiran Lingkungan

Sejak pemerintah membuka kembali keran ekspor pasir laut melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 26 Tahun 2023, gelombang kritik dari aktivis lingkungan dan masyarakat pesisir terus menguat. Kebijakan ini dikeluarkan setelah lebih dari 20 tahun larangan ekspor pasir laut berlaku, yang sebelumnya dimaksudkan untuk melindungi ekosistem laut. Namun, yang menjadi sorotan adalah pernyataan pejabat bahwa yang diekspor adalah sedimen yang mengganggu, bukan pasir laut biasa(greenpeace).

Bagi aktivis lingkungan, istilah sedimen ini dianggap sebagai upaya menutupi fakta bahwa aktivitas pengerukan pasir laut dapat mengancam ekosistem bawah laut dan mengganggu habitat keanekaragaman hayati. Penggunaan istilah ini dinilai sebagai bentuk greenwashing, di mana kebijakan merusak dibungkus dengan dalih pemulihan lingkungan. Apakah benar sedimentasi ini hanya upaya untuk membersihkan lautan, atau justru ada kepentingan ekonomi yang mengorbankan ekosistem kita?

Dampak Lingkungan dari Pengerukan Pasir Laut

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E

Pengerukan pasir laut, apa pun istilah yang digunakan, membawa dampak besar pada ekosistem laut. Aktivitas ini merubah struktur dasar laut, yang pada gilirannya dapat mengubah pola arus laut dan memperbesar risiko abrasi pantai serta banjir rob. Kasus penambangan pasir laut di Kepulauan Spermonde, Makassar pada 2020, menjadi contoh nyata bagaimana pengerukan pasir dapat merusak wilayah tangkapan nelayan, mengurangi produktivitas mereka, dan mengancam keberlanjutan mata pencaharian(greenpeace).

Sementara pemerintah berdalih bahwa ekspor sedimentasi ini dilakukan untuk memulihkan ekosistem, aktivis lingkungan menilai bahwa proses tersebut tidak lebih dari usaha mengeksploitasi lautan demi keuntungan segelintir elite ekonomi. Aktivitas ini justru memperparah krisis ekologis, memicu konflik sosial, dan menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat pesisir yang bergantung pada kelestarian laut.

Langkah Mudah untuk Mengurangi Dampak Ekspoitasi Pasir Laut

Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
Gambar dihasilkan oleh AI melalui OpenAI's DALL-E
  1. Audit Transparan dan Independen: Pemerintah harus membuka audit yang transparan dan dilakukan oleh pihak independen untuk menilai dampak lingkungan dari aktivitas ekspor pasir laut ini. Ini akan membantu memastikan bahwa klaim tentang sedimentasi yang "mengganggu" dapat diuji kebenarannya.

  2. HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
    Lihat Kebijakan Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun