Mohon tunggu...
Ilham Adli
Ilham Adli Mohon Tunggu... Mahasiswa - kaum proletariat

Jika Rene Descartes mengatakan cogito ergo sum yang artinya aku berfikir maka aku ada, maka aku mengatakan aku menulis maka aku ada.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Aku kira Tulang Rusuk, ternyata Ujung tombak yang menusuk

19 Desember 2024   19:03 Diperbarui: 19 Desember 2024   19:03 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
laki-laki yang tersakiti. Sumber: Pinterest

Dulu, aku berjalan dalam sunyi, menapaki jalan penuh duri dan onak, namun tidak pernah sedikit pun aku merasa lelah. Setiap langkahku adalah janji, setiap pengorbananku adalah bukti bahwa cinta ini suci, bahwa aku hadir untukmu, membawa cinta yang rela kupersembahkan sepenuh hati.

Berhari-hari aku lapar, tubuhku lemah, namun tekadku tak pernah rapuh. Aku rela menyerahkan setiap potongan daging dan tulangku demi melihatmu tersenyum. Aku berjuang, bukan untuk diriku, tapi untukmu, karena aku percaya bahwa dalam dirimu, aku telah menemukan tulang rusuk yang selama ini hilang. Kau, adalah wujud dari doa-doa panjangku di malam yang penuh gelisah.

Aku menanam cinta dalam hatiku, begitu dalam, begitu tulus. Setiap tetes keringatku adalah harapan, setiap air mata adalah pengorbanan, bahwa suatu hari kita akan berdiri bersama, menggenggam erat tangan masing-masing, melawan dunia bersama. Aku tak pernah ragu, bahwa di setiap detak jantungku, hanya ada satu nama yang kuperjuangkan, namamu.

Namun, takdir berkata lain. Tanpa dosa, tanpa rasa bersalah, kau memilih berjalan bersama laki-laki lain. Dengan senyum yang dulu kau berikan padaku, kini kau hadiahkan pada orang lain. Hatiku hancur saat melihatmu bercanda tawa dengan dia, seolah perjuanganku tak pernah ada. Seolah pengorbananku hanya angin lalu yang kau lupakan dengan mudah.

Aku di sini, berdiri sendiri, menatap bayangmu yang semakin menjauh. Kau memilih dia, tanpa melihat luka yang kau goreskan di dadaku. Setiap tawa yang kau lepaskan bersamanya adalah jeritan dalam sunyi yang tak bisa kutahan. Aku meratap, namun suaraku tak sampai. Aku menangis, namun air mataku tidak berharga.

Sungguh, aku pernah percaya bahwa kau adalah jawaban dari segala harapanku. Bahwa kau adalah rumah yang kutemukan di tengah kesesatan. Namun kini, aku hanya merasa asing, terbuang dari kisah yang kubangun dengan penuh cinta. Kau berlalu, membawa semua kenangan manis, meninggalkanku dalam sepi yang tak pernah kukenal sebelumnya.

Luka ini begitu dalam, dan cintaku tak pernah kau hargai. Aku menanam cinta, namun yang kau tumbuhkan adalah luka. Aku berjuang tanpa lelah, namun yang kau berikan hanyalah perpisahan yang penuh duka. Kau pergi, meninggalkan jejak yang tak akan pernah hilang, meninggalkan hati yang kini hanya mampu berdarah dalam diam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun