kajian kitab Al-Hikam yang dibawakan oleh Gus Rosi dari Pondok Pesantren Al-Hidayah Silo. Kajian ini menitikberatkan pada tafsir dan pemahaman mendalam dari kitab Al-Hikam karya Syekh Ibnu Atha'illah As-Sakandari, seorang ulama dan sufi besar dari Mesir yang hidup pada abad ke-13. Karya ini, dikenal dengan kearifan dan nasihat spiritual yang mendalam, telah menjadi salah satu kitab tasawuf terkemuka dan banyak dikaji oleh umat Islam, khususnya di lingkungan pesantren dan majelis taklim.
Di Kecamatan Arjasa, Kabupaten Jember, terdapat kegiatan yang kian menjadi sorotan dan perhatian umat, yaituKajian ini rutin diadakan setiap malam Sabtu dengan jadwal yang tetap, yaitu setengah bulan sekali. Dalam penyelenggaraannya, kajian ini berpindah-pindah tempat di sekitar wilayah Kecamatan Arjasa, sehingga jangkauan untuk masyarakat yang ingin menghadiri kajian ini semakin luas. Dengan konsep yang fleksibel, masyarakat dari berbagai desa di kecamatan ini dapat bergantian menjadi tuan rumah kajian. Pola ini juga menjadi cara unik untuk menghidupkan kembali tradisi kajian keagamaan di berbagai tempat dan mempererat tali silaturahmi antarwarga.
Malam kajian ini biasanya dipadati oleh para alumni Pondok Pesantren Al-Hidayah Silo yang tinggal di wilayah Arjasa. Mereka hadir dengan penuh antusiasme, menyambut kesempatan untuk kembali berkumpul, berdiskusi, dan mendengarkan hikmah yang disampaikan oleh Gus Rosi, seorang kiai muda yang memiliki kedalaman ilmu agama dan gaya penyampaian yang khas. Selain para alumni, masyarakat umum setempat juga turut menghadiri kajian ini, baik dari kalangan muda hingga para orang tua. Kehadiran ini menciptakan suasana yang meriah namun tetap khidmat dan penuh dengan ketenangan.
Kitab Al-Hikam memuat berbagai nasihat dan petuah yang mendalam, yang disusun oleh Ibnu Atha'illah dalam bentuk aforisme atau ungkapan-ungkapan pendek namun sarat makna. Pesan utama yang disampaikan dalam kitab ini adalah tentang bagaimana seorang hamba dapat mendekatkan diri kepada Allah, melepaskan diri dari belenggu duniawi, dan meraih ketenangan jiwa melalui pendekatan tasawuf yang mendalam.
Dalam setiap pertemuan, Gus Rosi mengulas beberapa pasal dari kitab ini dengan gaya penyampaian yang penuh hikmah dan sederhana, sehingga jamaah dapat dengan mudah memahami isi dan maksud dari setiap ungkapan yang dibahas. Salah satu tema penting dalam Al-Hikam adalah peringatan agar manusia tidak terjebak dalam ambisi dan keinginan yang berlebihan terhadap dunia. Ibnu Atha'illah menekankan pentingnya menjadikan Allah sebagai tujuan utama dalam hidup dan tidak mengizinkan dunia dan segala hal materialistik untuk mengambil alih hati manusia.
Dalam penyampaiannya, Gus Rosi seringkali memberikan contoh-contoh dari kehidupan sehari-hari untuk memperjelas maksud dari nasihat-nasihat yang disampaikan dalam kitab Al-Hikam. Misalnya, beliau menjelaskan bagaimana seorang Muslim seharusnya tidak hanya menggantungkan kebahagiaannya pada harta benda atau jabatan, tetapi hendaknya selalu bersandar kepada Allah dalam kondisi apapun. Dengan cara ini, jamaah dapat dengan lebih mudah memahami konsep-konsep spiritual yang mungkin terasa abstrak.
Rutinan kajian kitab Al-Hikam ini tidak hanya sekadar untuk menambah pengetahuan agama, namun juga menjadi sarana untuk meningkatkan kualitas spiritual para jamaah. Kitab Al-Hikam memberikan pandangan bahwa kedekatan dengan Allah bukan hanya perkara ibadah ritual semata, melainkan juga tentang sikap batin yang lurus dan ikhlas. Gus Rosi juga menekankan pentingnya membangun sikap tawakal, sabar, dan qana'ah (menerima dengan cukup apa yang Allah berikan) dalam kehidupan sehari-hari, yang merupakan esensi dari ajaran tasawuf.
Para hadirin mengaku merasa mendapat banyak manfaat dari kegiatan ini, baik dari segi ilmu maupun ketenangan batin. Kajian ini sering disebut sebagai momen untuk "mengisi ulang" iman dan memperbaharui niat hidup. Banyak jamaah yang merasa bahwa dengan mengikuti kajian ini, hati mereka menjadi lebih lapang, dan mereka mampu menghadapi berbagai tantangan hidup dengan lebih tenang dan bijaksana. Hal ini menunjukkan bahwa kajian kitab Al-Hikam tidak hanya memberikan manfaat secara intelektual, tetapi juga secara emosional dan spiritual bagi para peserta.
Selain itu, kajian ini menjadi wadah silaturahmi bagi alumni Pondok Pesantren Al-Hidayah Silo yang tersebar di berbagai daerah di Arjasa. Melalui kegiatan ini, mereka dapat bertemu kembali, bertukar cerita, serta memperkuat ikatan sebagai sesama santri dari pesantren yang sama. Begitu pula dengan masyarakat setempat yang dapat mengenal lebih dekat alumni dan memperoleh manfaat dari interaksi dengan mereka.
Kehadiran kajian kitab Al-Hikam ini membawa dampak positif yang cukup signifikan bagi masyarakat Arjasa. Banyak masyarakat yang tertarik untuk mendalami tasawuf dan memperbaiki kualitas spiritual mereka. Pengaruh ini terlihat dari meningkatnya partisipasi masyarakat dalam kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya, serta terciptanya lingkungan yang lebih kondusif dan harmonis. Para peserta kajian merasakan perubahan dalam diri mereka, khususnya dalam hal kedisiplinan dalam ibadah, peningkatan keikhlasan, serta kemampuan untuk bersabar dan bersyukur dalam setiap keadaan.
Kegiatan ini juga berperan dalam menciptakan kesadaran kolektif akan pentingnya kehidupan spiritual yang seimbang dengan kehidupan sosial. Gus Rosi seringkali menekankan bahwa tasawuf bukanlah pelarian dari kehidupan dunia, tetapi justru cara untuk menjalani kehidupan dunia dengan lebih bermakna dan mendalam. Dengan memahami tasawuf, masyarakat Arjasa diharapkan dapat menjadi pribadi yang lebih peduli dengan sesama, lebih bijaksana dalam mengambil keputusan, serta lebih ikhlas dan tawakal dalam menghadapi segala sesuatu.