Sesuai dengan artikel karya Rahmat Ali terkait krisis multikulturalisme dalam dunia Pendidikan ini memang cukup mengkhawatirkan apalagi terkait dengan kejadian pada awal tahun 2020, sebuah sekolah dasar negeri Yogyakarta itu siswa -- siswi nya menjadi sorotan setelah viralnya yelyel tepuk anak soleh, yang mana di dalamnya itu terdapat kalimat intoleransi yaitu "Islam, Islam, yes! Kafir, kafir, no!", faktanya yelyel tersbut bukan hanya terdengar di sekolah akan tetapi di madrasah juga sering kali terdengar.
Multikulturalisme adalah konsep yang mengakui dan menghargai keberagaman budaya, agama, dan identitas dalam suatu masyarakat. Dalam konteks Indonesia, multikulturalisme mencerminkan keberagaman etnis, agama, bahasa, dan budaya yang ada di negara ini. Konsep ini seharusnya dapat diterapkan di dunia Pendidikan, karena secara dasar negara Indonesia ini memiliki banyak sekali ragam kebudayaan suku/etnis bahkan agama sekalipun.
Konsep toleransi itu sebenarnya telah dijelaskan dalam al-qur'an surat Al-Kafirun ayat 1-6
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
Artinya: Katakanlah: "Hai orang-orang kafir (1), Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah (2), Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (3), Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah (4), Â Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah (5), Untukmu agamamu, dan untukkulah, agamaku (6) (QS. Al-Kafirun: 1-6).
Ayat ini menegaskan bahwa umat Islam harus menerima keberagaman agama dan menghormati hak setiap individu untuk beragama sesuai dengan keyakinannya sendiri. Ayat ini mengajarkan pentingnya menjunjung tinggi prinsip toleransi, saling menghormati, dan menghargai kebebasan beragama. Dalam Islam, toleransi adalah sikap yang dianjurkan terhadap individu yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda. Allah SWT mengingatkan umat Islam agar tidak memaksa orang lain untuk mengikuti agama mereka, tetapi menjaga hubungan yang baik dengan mereka dan menjunjung tinggi hak setiap individu untuk memilih agamanya sendiri.
Menurut Yudi Latif mengungkapkan bahwa moralitas tidak diajarkan (taught), tetapi ditangkap (caught) melalui pengamatan. Kehidupan di dalam kelas dengan praktik 'tepuk anak saleh' dapat membentuk karakter siswa yang intoleran, karena siswa menangkap sikap intoleran dari perilaku guru mereka.
Oleh karena itulah Pancasila dapat menjadi alat sebagai landassan utama untuk mengantisipasi intoleran dan juga permasalahan permasalahan yang menggunakan agama sebagai dalih. jadi, Pancasila ini dapat menjadi alat sebagai penjaga kerhamonisan antar umat beragama.dalam pengakarannya ideologi Pancasila melibatkan penguatan pemahaman dan implementasi nilai-nilai Pancasila dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H