Aplikasi pesan instan telegram diluncurkan pada 2013 oleh dua bersaudara Nikolai dan Pavel Durov. "Dengan berfokus pada privasi, Telegram telah berhasil mengukir ceruknya sendiri di pasar perpesanan seluler yang sangat kompetitif," kata Craig Chapple, Ahli Strategi Wawasan Seluler, EMEA, Sensor Tower, via Gadget 360.
Dalam pengembangannya, Telegram menyediakan obrolan terenkripsi end-to-end opsional. Jadi apa sih itu enkripsi end-to-end ? Singkatnya, percakapan yang sedang berlangsung dienkripsi antara klien juga server, sehingga ISP (internet service provider) dan pihak ketiga lainnya di jaringan tidak dapat mengakses data tersebut.
MTProto adalah protokol yang mereka tentukan dalam layanannya. Protokol baru ini diyakini sebagai alternatif yang aman di kalangan publik, namun diragukan dan belum sepenuhnya ditinjau oleh para ahli cryptanalytic.
Sebagai contoh kasus, Jeeun Lee bersama rekan tim nya melakukan percobaan MTProto yang disederhanakan menggunakan bahasa pemrograman Python. "Dalam  pengaturan eksperimental kami, komunikasi disimulasikan pada jaringan pribadi menjadi tween host dan mesin virtual." -- Jeeun Lee, Security Analysis of End-to-End Encryption in Telegram.
Ketika Alice atau Bob menulis pesan, MTProto akan mengambil beberapa informasi tentang pesan terlebih dahulu dan menyebutnya sebagai payload. Namun saat Bob atau Alice menerima data, pesan didekripsi secara terbalik atau lebih. Pada gambar tersebut, tiap pesan menghasilkan pola acak dan tak transparan sebagaimana pesan aslinya.
Percobaan sederhana tersebut menggambarkan bagaimana pesan yang kita kirim terlihat di pihak ketiga, dalam kasus aslinya tentu hasilnya lebih rumit. Tak bisa dibayangkan jika pesan yang kita kirim dapat terlihat jelas oleh pihak ketiga, maka data pribadi bukan lah lagi barang yang mahal.
Sebagaimana telegram terkenal dengan privasinya, tentunya kita harus berterima kasih kepada mereka karena telah melindungi hak-hak penggunanya.
Sumber:
Jeeun Lee, Security Analysis of End-to-End Encryption in Telegram.