Rapat koordinasi Komite Pengelolaan Bersama Perikanan (KPBP) Tuna, Cakalang dan Tongkol (TCT) di Wilayah Pengelolaan Perikanan Provinsi Papua Barat sebagai wujud sinergitas positif seluruh stakeholders perikanan TCT Pertemuan ini dilaksanakan oleh Asosisasi Perikanan Pole and Line dan Hand Line Indonesia (AP2HI) bekerjasama dengan Yayasan IPNLF Indonesia (YII) Jakarta dan Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat. Bertujuan untuk membahas isu-isu strategis di sektor perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol pada Wilayah Pengelolaan Perikanan Papua Barat. Bertempat di Hotel Vega Kota Sorong, Rabu 11 Oktober 2023, secara hybrid melalui pertemuan Luring (luar jaringan) dan Daring (dalam jaringan).
Kegiatan ini dihadiri oleh unsur pemerintah Direktorat Kapal dan Alat Tangkap Ikan, DJPT, KKP; Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Papua Barat, DKP Papua Barat Daya, DKP Kota Sorong, Kaimana, Fak-Fak, BPPP Ambon dan perwakilan Pelabuhan Perikanan Sorong. Unsur akademisi Fakultas Perikanan Universitas Muhammadiyah Sorong (UNAMIN); Universitas Papua (UNIPA), Universitas Kristen Papua (UKIP) dan Politeknik Kelautan dan Perikanan (Poltek KP) Sorong. Lembaga Asosiasi dan organisasi lokal turut hadir, AP2HI; Yayasan IPNLF Indonesia; HNSI Provinsi Papua Barat; HNSI Kota Sorong; Yayasan MDPI; USAID Ber-Ikan juga perwakilan pelaku usaha/industri swasta dan nelayan lokal.
Rapat koordinasi KPBP TCT Papua Barat dibuka oleh Kepala Komite Bapak Jacobis Ayomi, selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Papua Barat. Dalam sambutannya, Ayomi menyampaikan bahwa; Pengelolaan sumberdaya perikanan di Laut Papua melalui Komite Pengelolaan Bersama Perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol harus dimaknai sebagai upaya memajukan ekonomi nelayan Papua secara holistik dan di saat yang sama mampu menjaga keberlanjutan stok TCT di Laut Papua. Sehingga diperlukan sinkronisasi data dari berbagai stakeholders untuk meningkatkan optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan TCT di masa mendatang. Pada kesempatan yang sama mewakili Yayasan INPLF Indonesia (YII) Bapak Wiro Wirandi, menyampaikan bahwa; Pertemuan ini diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi pembangunan indikator sosial-ekonomi untuk mendukung Harvest Strategy perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol di Papua Barat dan secara global di laut tropis pada wilayah kepulauan NKRI melalui penyusunan rencana implementasinya.
Rapat koordinasi reguler KPBP TCT Papua Barat dilanjutkan dalam bentuk Focus Group Discussion (FGD) untuk mengetahui dinamika usaha perikanan TCT di Papua Barat, sekaligus diharapkan dapat menyamakan persepsi untuk optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan TCT pada WPP RI potensial di kawasan Papua melalui kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT). Upaya ini penting dilakukan mengingat Indonesia merupakan Negara pemasok terbesar produk Tuna, Cakalang dan Tongkol dunia. Data Badan Pangan Dunia (FAO) selama tahun 2010-2019 mencatat Indonesia adalah produsen utama TCT dunia dengan kontribusi 15% disusul Filipina 7%, Vietnam 6,6% dan Ekuador 6%. Produksi Indonesia naik rerata 3,6% melebihi rerata produksi global 3,4%. Produksi potensial dari Indonesia adalah Yellow fin Tuna. Penurunan produksi perikanan Indonesia menjadi 7% di tahun 2020, menempatkan Indonesia pada peringkat 8 negara eksportir perikanan global setelah China. Saat ini eksportir terbesar adalah Thailand, China, Spanyol dan Ekuador, sungguh ironis walau menjadi produsen tuna terbesar tapi Indonesia belum berhasil menguasai pasar ekspor global. Hal ini tidak lepas dari Hilirisasi produk perikanan TCT yang masih terkendala, upaya hilirisasi produk Perikanan akan meningkatan daya saing, menjaga kualitas hasil tangkapan, kesehatan produk dan originating goods produk tuna asal Indonesia.
Tantangan market global saat ini berkaitan dengan pemberlakuan tarif tinggi lebih dari 15% pada produk olahan dari bahan baku pada Negara tujuan ekspor seperti Jepang dan Amerika Serikat. Selain itu syarat yang diberlakukan juga semakin ketat seperti; produk TCT harus memenuhi standar mutu, sustainablitty, traceability, nonillegal, unreported and unregulated (IUU) fishing, termasuk etika penangkapan ikan yang ramah lingkungan dan penggunaan rumpon menggunakan bahan yang tidak membahayakan mamalia laut, jauh dari jalur migrasi biota dilindungi dan mengikuti kaidah-kaidah konservasi maritim.
Papua secara regional menempati 3 Wilayah Pengelolan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI) yaitu; WPP RI 717, 718 dan 715. Berdasarkan diskusi berkembang, diketahui kegiatan perikanan Tuna, Cakalang dan Tongkol potensial berada pada WPP-RI 717 yaitu di Utara Papua (Teluk Cenderawasih dan Samudera Pasifik) dan 715 (Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram dan Teluk Berau) namun ironisnya regulasi Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur (PIT) ijin kegiatan penangkapan ikan hanya diperbolehkan pada satu WPP-RI atau jika lebih dari satu WPP-RI maka harus berada berdampingan dengan WPP-RI satu tingkat terdekat dengan WPP-RI sebelumnya. Dinamika ini mengemuka dalam FGD khususnya oleh pengusaha perikanan TCT di Papua, yang mana kegiatan penangkapan ikan saat ini berada pada WPP-RI 715 dan untuk menambah fishing ground lain harus masuk pada WPP-RI 716 sedangkan lokasi ini berada jauh dari fishing base industry perikanan.
Mengacu pada regulasi yang ditetapkan pada PP No. 11 Tahun 2023 tentang Penangkapan Ikan Terukur (PIT)Â dijelaskan bahwa terdapat 6 zona Penangkapan Ikan Terukur yang di atur yaitu; Zona 1Â berada pada WPP-RI 711; Zona 2 masuk pada WPP RI, 716 dan 715; Zona 3 berada pada WPP-RI, 717, 718 dan 714; Zona 4 masuk dalam WPP-RI 572 dan 573; Zona 5 berada pada WPP-RI 571 dan Zona 6Â meliputi WPP-RI 712 dan 713. Hal ini mengindikasikan bahwa ijin penangkapan ikan yang akan diterbitkan pemerintah harus menyesuaikan dengan pembagian Zona pada WPP-RI yang telah diatur dalam kebijakan Penangkapan Ikan Terukur.Â
Di sisi lain pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan yang masih berjalan parsial antar wilayah di Kawasan Timur Indonesia juga perlu menjadi perhatian. Hal ini disampaikan oleh Akademisi Perikanan Universitas Muhammadiyah Sorong, Ilham Marasabessy. Pengelolaan ruang laut telah mengatur zonasi pengelolaan dan pemanfaatan ruang laut sesuai peruntukan yang tepat. Dasar hukumnya mengacu pada peraturan perencanaan wilayah milik daerah melalui RTRW dan pada wilayah pesisir dan laut mengikuti RZWP3K pada batas 0-12 mil laut. Untuk itu diperlukan keterpaduan yang mampu untuk memediasi pengelolaan ruang laut di atas 12 mil melalui RZKAW yang saat ini masih dirancang. Harapannya ialah melalui pendekatan regulasi ini mampu memberikan kepastian hukum bagi stakeholders perikanan khususnya pada industri perikanan besar yang memanfaatkan ruang laut di atas 12 mil, tutup Marasabessy.
Pertemuan reguler III KPBP TCT Papua Barat menghasilkan 3 rekomendasi prioritas yang akan diproyeksi untuk tahun 2024 antara lain; 1). Tersedianya data logbook penangkapan ikan secara sistematis; 2). Sosialisasi dan diseminasi peraturan dan kebijakan perikanan di Indonesia, seperti: Pemasangan Rumpon, Jalur Migrasi Penangkapan Ikan; LPP WPP; Harvest Strategy; Pendaftaran kapal; 3). Mendukung terlaksananya MoU tentang Usaha Perikanan Se-Tanah Papua termasuk MoU (DELTA SIX) Â nelayan andon antara Provinsi Papua Barat dengan; Maluku; Maluku Utara; Gorontalo; Sulawesi Utara; Papua; kapal andon dengan alat penangkap ikan Pole and Line dan Purse Seine Pelagis Kecil (imfb).Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H