Mohon tunggu...
Ilham
Ilham Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

saya sedang mengenyam pendidikan di Universitas Kebangsaan Republik Indonesia (UKRI) sebagai mahasiswa ilmu komunikasi, Hobi saya membaca.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menilik Sejarah dan Keindahan Gedung Sate, Ikon Kota Bandung

18 Juni 2024   20:26 Diperbarui: 18 Juni 2024   20:52 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung sate, monumen ikonik bersejarah Kota Bandung sejak 1920. (Seputar Sejarah/Firzza Ihza Mahendra)

Gedung Sate, atau yang dulu dikenal dengan nama Department Van Verkeer en Waterstaat, merupakan salah satu ikon bersejarah Kota Bandung yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Bangunan megah ini memiliki sejarah yang unik dan menarik untuk diungkap.

Menurut Kang Deri, selaku edukator di Museum Gedung Sate, bangunan ini mendapatkan julukan "Gedung Sate" karena masyarakat Bandung dulu kesulitan menyebut nama aslinya yang berbahasa Belanda. Mereka melihat penangkal petir di atas atap gedung yang menyerupai tusukan sate, sehingga secara turun-temurun menyebutnya "Gedung Sate".

"Enam lingkaran pada penangkal petir itu sebenarnya melambangkan biaya pembangunan gedung yang menghabiskan enam juta gulden atau setara 462 miliar rupiah pada tahun 1920," jelas Kang Deri pada Selasa (28/05/24) di Museum Gedung Sate.

Gedung Sate dibangun pada tahun 1920 dengan arsitek utama Insinyur Johan Gerber yang dibantu oleh tim lainnya seperti Eh. De Roo, G. Hendriks, dan Gemeente van Bandoeng. Awalnya, gedung ini direncanakan sebagai kompleks pemerintahan Hindia Belanda dengan 14 departemen yang akan dibangun di area seluas 27 hektar.

"Namun, rencana pemindahan ibu kota dari Batavia ke Bandung terhenti akibat krisis ekonomi global pada 1930. Akhirnya, Gedung Sate hanya berfungsi sebagai kantor Kementerian Pekerjaan Umum atau Department Van Verkeer en Waterstaat pada masa itu," ungkap Kang Deri.

Setelah Indonesia merdeka, Gedung Sate tetap difungsikan sebagai kantor pemerintahan hingga akhirnya dibuka untuk umum sebagai museum berkat keinginan Gubernur Deddy Mizwar. Museum ini kemudian berkembang dan semakin terkenal di era kepemimpinan Gubernur Ahmad Heryawan.

"Meskipun tidak memiliki koleksi khusus, Museum Gedung Sate menampilkan informasi-informasi penting terkait sejarah bangunan ini, termasuk tokoh-tokoh pembangunnya," kata Kang Deri.

Akses menuju Museum Gedung Sate terbilang mudah dengan biaya masuk yang terjangkau, yaitu hanya Rp5.000 per orang. Namun, jika ingin didampingi oleh kurator atau edukator, pengunjung harus melakukan reservasi terlebih dahulu. Museum ini buka setiap hari mulai pukul 09.30 hingga 16.00 WIB. 

Dengan sejarah dan keunikannya, Gedung Sate layak disebut sebagai salah satu destinasi wisata sejarah yang wajib dikunjungi bagi wisatawan yang datang ke Kota Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun