Mohon tunggu...
Im human
Im human Mohon Tunggu... Lainnya - beginner

Hanya menulis yang telah terjadi

Selanjutnya

Tutup

Nature

Tragedi Kelam Dibalik Tercetusnya Hari Peduli Sampah Nasional

21 Februari 2022   07:01 Diperbarui: 21 Februari 2022   07:17 463
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nature. Sumber ilustrasi: Unsplash

Segala hal yang dibuang oleh manusia yang tidak bernilai dan tidak dapat digunakan lagi bisa disebut sampah. Sampah selalu ada dimana-mana terutama di kota-kota besar yang notabene sangat padat penduduknya karena masyarakatnya yang hidup konsumtif. Menurut Undang-undang nomor 18 tahun 2008 sampah adalah sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Tidak hanya negara berkembang saja, sampah menjadi permasalahan yang termasuk sulit diatasi oleh semua negara mengingat semakin banyaknya populasi manusia maka semakin banyak sampah yang dihasilkan. Indonesia pernah tercatat sebagai negara yang membuang sampah plastik sekali pakai perkapita terbesar keenam di Asia Tenggara.

Tanggal 21 Februari diperingati sebagai Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN). Hal ini bertujuan agar masyarakat lebih peka mengenai persoalan sampah dengan melibatkan mereka dalam pengelolaannya. Kita perlu mengetahui dampak buruk dari sampah yang mengancam kehidupan manusia. Perlu diketahui penetapan HPSN di tanggal tersebut bukan tanpa alasan yang jelas. Ada sebuah tragedi yang sangat memilukan dan masih membekas di benak masyarakat Indonesia, khususnya warga Bandung dan menjadi topik hangat di pemberitaan nasional ketika itu.

Pada tanggal 21 Februari 2005 tepatnya pukul 02:00 WIB terjadi sebuah ledakan besar gas metan yang disebabkan tekanan timbunan sampah 2,7 juta meter kubik disertai hujan 2 hari berturut-turut. Peristiwa itu terjadi di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah, Cireundeu, Cimahi, Bandung. Dikutip dari jurnal Hijau yang diterbitkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tahun 2017 menyebutkan sebagai berikut : "TPA seluas 23,5 hektar yang membentuk gunung sampah setinggi 60 meter dengan lebar tak kurang dari 200 meter dan mulai digunakan sejak 13 Januari 1987 itu jebol. Sekitar 137 rumah di Kampung Cilimus dan Kampung Gunung Aki, Desa Batujajar Timur, Kecamatan Batujajar, Kabupaten Bandung serta Kampung Pojok, Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi, tertimbun longsoran jutaan kubik sampah".

 Gunung sampah tersebut seolah memberontak karena ulah manusia yang semena-mena. Peristiwa ini menelan korban jiwa sekitar 150 orang, beberapa lainnya dinyatakan hilang serta menyebabkan kerugian seperti rusaknya lahan pertanian dan perkebunan seluas 8,4 hektar milik penduduk. Dalam satu hari saja sampah yang masuk bisa sampai 4.700 meter kubik. 

Tragedi di Leuwigajah ini sebenarnya pernah terjadi sebelumnya yaitu pada tahun 1992 namun tidak menimbulkan korban sebanyak yang terjadi pada tahun 2005. Bencana sampah ini merupakan rekor tertinggi di Indonesia dan menempati urutan kedua di dunia. Untuk yang pertama adalah peristiwa longsoran sampah di TPA Payatas, Quezon City, Filipina pada tahun 2000. Terjadi sekitar pukul 05.00 Waktu setempat yang menewaskan lebih dari 200 orang. Sedangkan urutan ketiga di dunia terjadi di Yunani pada tahun 2003. Longsoran sampah di TPA Ano Liossia, sekitar 10 kilometer dari kota Athena yang menewaskan puluhan jiwa. Longsor sampah juga terjadi di Guatemala dan di Ethiopia.Tercatat lebih dari 2 bencana longsor sampah yang terjadi di Indonesia namun hanya longsor di Leuwigajah yang cukup parah hingga menelan korban jiwa.

Setelah kejadian di Leuwigajah tersebut, sampah di kota Bandung, Cimahi dan sekitarnya tidak dapat terangkut karena tidak adanya TPA yang aktif, hal itu menyebabkan sampah berserakan di pinggir jalan. Bandung sebagai kota yang dijuluki kota kembang berubah dengan cepat menjadi Bandung lautan sampah. Sebenarnya waktu itu masih ada TPA yang ada di Bandung seperti TPA Cicabe dan TPA Jelekong namun masa aktifnya sudah berakhir. Tragedi ini menunjukkan betapa gagalnya sistem pengelolaan sampah dan tidak aktifnya TPA lainnya di Bandung. Setelah kejadian itu pemerintah setempat merasa panik hingga menerapkan darurat sampah. Suatu hal yang tidak lazim karena istilah darurat biasa digunakan pada peristiwa yang luar biasa seperti bencana alam dan kondisi perang.

Akhirnya pada tanggal 4 Juni 2005 pada acara hari lingkungan hidup sedunia, Rachmat Witoelar sebagai Menteri Negara Lingkungan Hidup saat itu menetap 21 Februari sebagai Hari Peduli Sampah Nasional. Tragedi ini mulai redup di ingatan masyarakat seiring berjalannya waktu namun penduduk setempat masih melakukan semacam ritual lokal untuk menghormati arwah para korban. Kondisi terkini bekas TPA Leuwigajah berubah menjadi daerah padang rumput. Setelah kejadian itu berlalu dan semua membaik, tetua wilayah setempat menghimbau bahwa penanganan sampah tidak hanya tanggung jawab pemerintah melainkan semua pihak. Inilah pentingnya mengingat masa lalu sebagai acuan hidup agar tidak terjerumus pada kesalahan yang sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun