Peristiwa kronologi diatas menunjukan bahwa presiden lemah dan tidak ada ketegasan dalam memberi keputusan. Melihat para pembantunya (Menteri) yang tidak satu irama dengan saran jokowi dan juga saran tersebut berlandaskan aturan UU 19 Tahun 2019 tentang perubahan kedua UU KPK.
Seperti ada kekuatan besar dibalik upaya pemberhentian 57 pegawai KPK pada 30 September 2021 nanti. Kekuatan yang dapat merubah statement presiden, kekuatan yang dapat menggerakan gabungan lembaga yang tergabung pada rapat putusan pemberhentian KPK Â untuk terus maju memberhentikan 57 Pegawai KPK yang tidak lulus tes TWK (Tes Wawasan Kebangsaan).
Apakah pemberhentian 57 pegawai KPK terdapat kepentingan Oligarki?. Kronologi diatas sudah cukup menjadi sebuah pantikan bagi para pembaca sebagai pintu gerbang pengungkapan kepentingan siapa yang menempel pada pemberhentian 57 pegawai KPK.
Yang pastinya permasalahan ini berujung seperti permasalahan yang sudah terjadi sebelumnya. Seperti RUU KUHP, RUU Cipta Kerja (Omnibus Law), RUU KPK yang pada keseluruhan rentetan masalah tersebut berujung pada pengabaian aspirasi rakyat, berujung pada pengabaian kehendak rakyat, berujung kepada pengabaian kepentingan kemaslahatan rakyat, dan yang terjadi atas dasar kepentingan para elite yang diutmakan.
Pola yang terjadi tidak cocok diterapkan pada negara yang menganut sistem demokrasi. Pola tersebut merupakan pola pencederaan terhadap sistem demokrasi. Tidak cukup itu saja, perampasan terhadap keadilan rakyat yang sedang dilakukan oleh para elite politik membuat bahaya dalam proses berbangs
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H