Mohon tunggu...
INA X THE JOURNALISM
INA X THE JOURNALISM Mohon Tunggu... Jurnalis - The Journalism

Mari kita kupas berita bersama Journalis~

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Turis Asing: IQ Bagus tetapi Sopan Santun Blunder

8 Juni 2023   18:18 Diperbarui: 18 Januari 2024   09:11 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pulau Bali masih menjadi tempat destinasi nomer satu dimata para turis ketika berpergian ke Indonesia. Para turis asing yang hendak pergi ke Indonesia bisa untuk berlibur atau bisa saja untuk mendapatkan pekerjaan di Indonesia mungkin karena upah sandang dan pangan tidak semahal di negara asalnya. Cuman terkadang orang semacam turis asing ini yang dimana banyak sekali mengibaratkan bahwa "Bangsa Barat" (Inggris, Amerika Serikat, Australia, dan Uni Eropa) yang dikenal dengan orang-orangnya para pemikir, tetapi kenapa pada saat mereka-mereka hendak berpergian ke Pulau Bali malah sopan santunnya sangat blunder? Memang kita tidak bisa menyamaratakan semua masyarakat bangsa barat seperti itu semua, akan tetapi pentingnya kesadaran akan norma-norma lingkungan yang berlaku disetiap negara.

Kita mencoba sample negara lain yang sesama Asia misalkan, Korea Utara merupakan negara Asia Timur yang dimana negaranya sangat tertutup akan modernisasi, akan tetapi bukan tidak mungkin para turis asing ini untuk mencoba melihat situasi dan kondisi disekitar lingkungan Korea Utara. Kalau kita melihat salah satu diantara banyaknya peraturan yang sangat ketat di Korea Utara seperti, kita tidak bisa asal sembarang foto di Monumen Besar Bukit Mansu, Pyongyang, yang terdapat dua patung pemimpin Korea Utara yakni Kim Il Sung dan Kim Jong Il atas izin pemandu wisata disekitar patung tersebut. Kalau misalkan para turis asing tetap ngotot untuk memotret dua patung tersebut secara tanpa izin, akan ada pemaksaan penghapusan foto secara paksa atau bahkan bisa saja dijatuhi hukuman jikalau kasusnya lebih berat daripada itu. Dengan kejadian tersebut para turis diluar Korea Utara akan berpikir dua kali untuk berlibur jikalau sampai melanggar peraturan di Korea Utara. Terlebih Korea Utara juga tidak terlalu bergantung nasib dari para turis asing untuk mengembangkan negaranya.

Bahkan bukan hanya di Korea Utara, setiap negara di dunia mempunyai aturan norma-norma masyarakat dan sebenarnya sesimple itu, cuman karena tidak ada ketegasan dari pemerintah Indonesia dan pemerintah setempat Pulau bali yang mengakibatkan "bak tuan raja" bagi para turis asing yang berdatangan ke Pulau Bali. Memang secara terang-terangan pemerintah setempat Pulau Bali dan masyarakat Pulau Bali hanya mengandalkan visit pariwisata untuk mendongkrak upah daerah dan membantu UMKM masyarakat Pulau Bali. Dan ternyata benar sekali ketika kita hendak bertanya ke para turis asing ini yang hendak berlibur ke Pulau Bali, dia mengenalnya hanya Pulau Bali tetapi mereka tidak mengenal Indonesia, padahal Pulau Bali berada di naungan negara Indonesia sejak dulu.

Bahkan sejak bulan yang lalu banyak sekali para turis asing yang viral di media sosial khususnya Indonesia, yang dimana sangat tidak mengenal aturan semacam, perempuan bertelanjang ketika ada pementasan seni tari di daerah Ubud, sepasang laki-laki dan perempuan sedang melakukan hubungan seksual secara terang-terangan, seorang perempuan yang mempertontonkan alat vitalnya ketika sedang mengobrol dengan warga setempat di sepeda motornya, lalu ada para turis asing yang mengendarai sepeda motor secara ugal-ugalan, bahkan ada juga yang lebih parah kasusnya dimana seorang turis mengajak berkelahi dengan seseorang peran penting sebagai pemuka agama hindu khususnya di Pulau Bali yang mengakibatkan kemacetan parah dijalan. Semua kasus-kasus tersebut diangkat di media-media sosial agar masyarakat Indonesia tau betapa tidak sehatnya juga para turis dari mancanegara yang mengibarat katakan "Bak tuan raja" di tanah Indonesia.

Kalau ngomongin "Tamu bisa menjadi sewenang-wenangnya di tanah tuan rumah" kita bisa mengambil sample dari negara tetangga kita yakni Singapura, Singapura negara kecil di Asia Tenggara yang kurang lebih sama dengan Pulau Bali cara membranding negaranya dengan meningkatkan visit pariwisata, serta Singapura juga memasukkan semua investor asing ke Singapura sejak zaman Lee Kuan Yew. Dimana bangsa Melayu sebagai bangsa penghuni asli Singapura harus terpinggirkan seiring berjalannya waktu karena banyaknya agama, budaya, bahasa, dan etnis asing masuk ke Singapura serta turis-turis asing juga melebur menjadi satu. Bahkan orang Melayu sudah punah, bahasa melayu juga sudah punah di Singapura, rata-rata masyarakat Singapura lebih banyak memakai bahasa Mandarin dan bahasa Inggris (sebagai Bahasa internasional). Menurut ahli sejarah Singapura juga termasuk bagian dari bangsa serumpun Melayu, cuman karena bangsa Melayu di Singapura mulai tergerus dan kalah banyak dengan etnis Tionghoa yang akhirnya banyak sekali dari segala lini sektor di Singapura diambil alih oleh orang-orang etnis Tionghoa. Kini hanya Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam yang masih kuat sebagai bangsa serumpun Melayu. Singapura dulu juga termasuk negara kawasan Malaysia, cuman Singapura sudah memisahkan diri dengan Malaysia sejak 1965.

Ni Luh Djelantik seorang perempuan pengusaha asal Pulau Bali yang sangat amat dicintai oleh masyarakat Pulau Bali, yang dimana sering aksi turun ke jalan ketika para turis ini melanggar di Pulau Bali, sering juga memviralkan para turis asing yang melanggar agar masyarakat Indonesia juga tau dan khususnya pemerintah pusat agar lebih serius dalam membuat peraturan tentang para turis dari seluruh mancanegara yang hendak berwisata ke Indonesia. Akan tetapi malah kontra dengan I Wayan Koster sebagai pemangku jabatan tertinggi di Pulau Bali sebagai gubernur yang dimana beliau memberikan statement "Ia meminta masyarakat untuk terlebih dahulu melaporkan tindak pelanggaran para turis ke kantor imigrasi." yang artinya jangan sampai memviralkan terlebih dahulu ke media sosial, padahal dengan kita memviralkan segala tuduhan ke media sosial justru lebih cepat ditanggapi daripada harus memberi laporan terlebih dahulu karena sering sekali merasa lamban dan bisa saja tidak ditindak lanjuti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun