Mohon tunggu...
Ilham Maulana
Ilham Maulana Mohon Tunggu... karyawan swasta -

penyuka seni dan politik. Kunjungi: https://soundcloud.com/ilamn , musik gratis dari saya untuk Kompasianer.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengaruh Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014 Terhadap Iklan Rokok dalam Film

3 April 2014   20:52 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:07 448
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 11 Maret 2014 telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2014, menggantikan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1994 tentang Lembaga Sensor Film, yang diterbitkan pada 3 Maret 1994.

Dalam aturan tersebut LSF mempunyai tugas antara lain melakukan penyensoran film dan iklan film sebelum diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum; dan melakukan penelitian, dan penilaian judul, tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan suatu film dan iklan film yang akan diedarkan dan/atau dipertunjukkan kepada khalayak umum.

Adapun dalam hal wewenang, menurut Pasal 8 Ayat (c) PP No. 18/2014, LSF mempunyai wewenang mengusulkan sanksi administratif kepada Pemerintah terhadap pelaku kegiatan perfilman atau pelaku usaha perfilman yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Perfilman (ketentuan ini belum ada pada PP sebelumnya, red).

Menurut PP ini, film dan iklan film yang telah disensor disertai pencantuman penggolongan usia penonton yang meliputi: a. Untuk penonton semua umur; b. Untuk penonton usia 13 (tiga belas) tahun atau lebih; c. Untuk penonton usia 17 (tujuh belas) tahun atau lebih; dan d. Untuk penonton usia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih.

“LSF dibiayai dari anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Selain dibiayai dari APBN, LSF dapat didukung oleh anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD),” bunyi Pasal 44 Ayat (1,2) Peraturan Pemerintah  Nomor 18 Tahun 2014 itu.

Pengaruh Peraturan Pemerintah  Nomor 18 Tahun 2014 Terhadap Iklan Rokok dalam Film

Lalu bagaimana peran peraturan tersebut dengan industri rokok yang mensponsori film Indonesia? Gencarnya film-film indonesia yang disponsori industri rokok, disinyalir berpotensi besar mempengaruhi orang untuk merokok. Hingga saat ini, rokok merupakan salah satu sponsor dan penyumbang dana terbesar dalam industri perfilman Indonesia. Kondisi ini dikhawatirkan merangsang kenginan orang untuk merokok.

Penggunaan film sebagai media iklan merupakan industri terselubung industri rokok. Tak bisa dipungkiri, dalam sebuah film tentu melibatkan banyak public figure. Dan jika ada sponsor rokok maupun adegan merokok, maka hal ini akan ditiru para penggemarnya.

Jurnal Kesehatan Amerika menyebutkan jumlah perokok di Indonesia mencapai 52 juta jiwa. Jumlah tersebut meningkat 57 persen dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.

Melihat Upaya Pemerintah

Sebenarnya sebelum tahun 1990, Indonesia pernah melarang semua iklan rokok melalui televisi. Sejak larangan terhadap iklan di TV dicabut pada tahun 1990, hampir tidak ada pembatasan untuk mengiklankan tembakau di Indonesia. Ini perlu diulang kembali, kalau dulu bisa kenapa sekarang tidak?

Melihat aturan LSF diatas, penggolongan penonton film perlu lebih dulu dilakukan, jadi masih menunggu aturan untuk itu.  Alasannya penonton film akan menikmati  tayangan sesuai dengan usia, yang sebenarnya berpengaruh juga terhadap pola pikirnya. Jadi masih ada toleransi untuk iklan rokok lewat usia si penonton.

Menurut saya membuat iklan antirokok sebagai sebuah wawasan tandingan bisa juga dilakukan sebelum film dimulai, anggap saja program dari Kementerian Kesehatan bekerjasama dengan bioskop se-Indonesia untuk mewujudkan kehidupan yang lebih sehat. Pencantuman peringatan kesehatan pada bungkus rokok, sesuai dengan Permenkes 28/2013 rencananya dimulai pada Juni 2014. Semoga aturan ini bisa dipercepat masa berlakunya.

Namun untuk tindakan lebih berani bisa juga mencontoh sikap pemerintah kota Padang Panjang, karena selama ini pemerintah kota dan masyarakatnya dinilai berhasil mengendalikan rokok, bahkan melarang adanya iklan dan sponsor rokok di Kota itu. Pendapatan Asli Daerah Padang Panjang harus terpotong dari pendapatan pemasangan Iklan rokok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun