Aku baru mengerti mengapa Amerika,cs begitu memaksakan yang namanya demokrasi. Ternyata apa yang aku celotehkan dan coba untuk mendiskusikan bersama kawan-kawanku adalah bualan semata. Demokrasi ternyata tak lebih dari sebuah ide sampah kaum kapitalis. Sekarang aku harus membuka lebar-lebar mata dan telingaku tentang wacana-wacana dan diskusi tentang demokrasi.
Demokrasi yang memiliki nilai historis berasal dari sebuah rasa ketidakadilan. Ide ini muncul tahun 1300-1600 M dari tanah eropa. Jadi bisa kita katakan kalau sekarang kita masih mengekor dengan Barat. Dua konsep utama dari ide ini adalah kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dan yang kedua adalah pembagian kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Dua konsep ini merupakan pondasi utama dari demokrasi. Satu hal lagi yang menjadi bahan diskursus adalah bahwa dalam demokarsi sebuah kebenaran ditentukan oleh suara terbanyak. Ini yang menjadi pokok atau inti kajian selama ini. Bayangkan air laut bisa menjadi manis jika dalam pengambilan keputusan banyak orang yang bilang air laut itu manis yang kesemua orang tersebut adalah orang yang berasal dari gunung sedangkan secara ilmiah dapat dibuktikan bahwa air laut itu asin. Nah disinilah letak keganjilan dari demokrasi. Bayangkan saja 240 juta rakyat Indonesia hanya diwakili oleh 550 orang anggota DPR. Apa ia 550 orang itu akan membela rakyat? Ketika berbagai macam kebijakan-kebijakan tidak pro rakyat seperti menaikkan harga BBM, UU pro modal asing yang jelas –jelas menyengsarakan rakyat disetujui oleh anggota DPR dari partai yang mendukung Pemerintah. Saya yakin ketika rakyat memilih mereka ini rakyat hanya ingin kehidupan mereka lebih baik eh malah tambah sengsara saat ini. Jadi benar kalau demokrasi hanya sebagai tameng bahwa minoritas lah yang berkuasa atas mayoritas. Kurang ajar beneer tuh anggota DPR. Berbagai macam umpatan kayaknya cocok disematkan kepada anggota DPR.
Setali tiga uang dengan anggota DPR, para menterinya pun juga sama. Mereka hanya memnetingkan golongan dan kepentingan mereka saja. Jabatan digunakan untuk memudahkan proses korupsi berjamaah. Uang rakyat bukan main jumlahnya di korup. Ah semakin aku memikirkan negeri ini semakin saja kepalaku.
Kembali ke demokrasi. Demokrasi yang katanya menjunjung tinggi HAM, tidak diskriminatif, sama di depan hukum, kebebasan agama dan keyakinan, menghormati kedaulatan negara lain namun apa yang terjadi. Negeri dedengkotnya demokrasi siapa lagi kalau bukan AS malah menjadi negara pelanggar HAM paling berat, menyerang Irak dan Afganistan gak jelas dan udah mengakibatkan kematian ratusan ribu manusia tak berdosa, melarang pemakaian jilbab,,so masihkah kita berharap pada demokrasi?? Sudahlah demokrasi cukup sampai disini. Yang jelas saya tidak percaya lagi sama yang namanya demokrasi. Sistem ini harus kita ganti kalau tidak kita hanya akan menjadi kaum terjajah untuk selamanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H