HUBUNGAN MAHASISWA DENGAN MASYARAKAT
Ketika melihat korelasi hubungan mahasiswa dengan masyarakat pada saat sekarang dengan kondisi pada zaman prakemerdekaan dulu, akan terasa ada nuansayang sangat jauh berbeda. Jika dulu , mahasiswa melalui organisasi di kampus, baik itu intra universitas maupun ekstra universitas, mereka itu tidak melihat perjuangan dan memperjuangkan perubahan sosial hanya sebatas dunia kampus saja. Mereka rela naik-turun gunung untuk membantu memberikan pendidikan kepada masyarakat, baik itu melalui forum-forum diskusi maupun mimbar bebas di alun-alun desa/kota. Sehingga ada hubungan yang bisa dikatakan mesra antara mahasiswa dengan masyarakat pada saat itu.
Namun sekarang, kita bisa sama-sama melihat orientasi perjuangan dan pergerakan organisasi mahasiswa malah cenderung kampus oriented. Sangat jarang kegiatan-kegiatan mahasiswa yang dilakukan bersama masyarakat. Kalau pun ada, hanya pada saat-saat Praktik Kerja Lapangan (PKL) ataupun Kuliah Kerja Nyata (KKN). Dunia mahasiswa hari ini adalah bagaimana caranya menyelamatkan diri masing-masing dengan cara secepatnya menyelesaikan studi dan bekerja (praktis). Seolah-olah tugas kemasyarakatan hanyalah tugas pemerintah da Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) saja. Ini adalah bentuk pergeseran paradigma yang semakin menambah dalam kegelapan antara dunia ilmu pengetahuan dan masyarakat.
Dari kacamata idealnya, hubungan organisasi mahasiswa dengan masyarakat adalah hubungan yang saling membutuhkan dan mengembangkan. Ilmu pengetahuan yang diproduksi di kampus seyogyanya ditransformasikan kepada kehidupan bermasyarakat. Organisasi mahasiswa tidak boleh alpa dalam mengadvokasikan masyarakat baik itu berada dalam sekitar lingkungan kampus maupun secara umum.
Dalam menjalankan amanah sebagai agent of change, organisasi mahasiswa sangat dibutuhkan peran strateginya dalam membantu masyarakat. Hal ini dikarenakan ada beberapa potensi dan kekuatan dalam sebuah organisasi. Pertama, organisasi mahasiswa memiliki kemampuan untuk menggerakkan massa yang cukup riil. Kedua, memiliki legitimasi sebagai representasi untuk melakukan suatu kegiatan. Ketiga, organisasi mahasiswa memiliki kader-kader yang berpengaruh dan cenderung berkomitmen untuk aktif membangun masyarakat.
Sejatinya mahasiswa melalui wadah organisasi kemahasiswaan tidak menjadi menara gading yang angkuh di tengah sulitnya masyarakat. Teori-teori yang di peroleh di kampus tidak akan menemukan esensinya jika tidak diterapkan di masyarakat. Untuk itu, Organisasi mahasiswa sudah waktunya kembali ke khittahnya sebagai pengayom dan selalu hadir di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H