Akhir-akhir ini Indonesia diributkan oleh maraknya RUU (Rancangan Undang-Undang), salah satunya yaitu RUU PKS (penghapusan Kekerasan Sosial). RUU PKS lahir akibat kasus kekerasan social yang semakin hari semakin meningkat. Gagasan ini juga muncul dari banyaknya pengaduan tetapi tidak ada tindakan lanjut dari pengaduan tersebut.
Tetapi, sampai tahun ini RUU PKS belum benar-benar disahkan oleh DPR. Ketua komnas perempuan Azrina menyatakan penundaan RUU PKS dikarenakan tidak relavansinya Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) juga ditunda oleh DPR periode 2014-2019.
" kalau RKUHP pumya masalah, sehingga harus ditunda kenapa RUUPKS juga harus ditunda. Padahal tidak ada relavansinya menunda RUU PKS hanya karena RKUHP belum disahkan". Ujar Azrina dalam konferensi pers di kantor Komnas Perempuan, Jakarta. Selasa (1/10/2019).
Penundaan tersebut  adalah sebuah kemunduran gerakan perempuan. Jika penundaan ini terus berlanjut maka akan berdampak pada kerentanan masyarakat terhadap kekerasan seksual, serta semakin meningkat juga pelaku kekerasan seksual dan akan semakin bertambah korban.
Kekerasan seksual yang dimaksud dalam hal ini adalah pelecehan seksual, eksploitasi seksual, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemerkosaan, pemaksaan perkawinan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual dan penyiksaan seksual.
Tujuan adanya RUU PKS, supaya undang-undang ini menjadi  upaya pendekatan bagi keadilan korban, melalui suatu pengaruh baru yang menjamin masyarakat bebas dari kekerasan seksual dan lebih memperhatikan hak-hak masyarkat.
Selain itu, ada beberapa bentuk kekerasan yang bisa ditangani dengan pembelajaran kepada masyarakat. Tetapi, ada sebagian yang membutuhkan pendekatan hukum, karena kalau tidak ditindak lanjuti  maka pelaku kekerasan seksual akan bebas melanggar hukum tanpa dikenakan sanksi.
Namun, dari tujuan baik tersebut masih ada yang kontra dengan adanya RUU PKS. FPI salah satu organisasi massa di Indonesia menolak mentah-mentah RUU PKS. FPI berpendapat bahwa RUU PKS melegalkan aktivitas LGBT serta mempermasalahkan arti " hasrat seksual" yang terdapat pada isi RUU PKS yang tidak jelas.
Padahal jelas-jelas tujuan adanya RUU PKS itu untuk memerdekakan para wanita yang telah menjadi korban kekerasan seksual dan melindungi masyarakat dari adanya kekerasan seksual. Tetapi, mengapa FPI mempermasalahkan hal tersebut. Banyak perempuan-perempuan yang menjadi korban merasa tertekan dengan tindakan-tindakan yang tak senonoh. Bahkan, tidak sedikit dari mereka yang dilecehkan oleh masyarkat sekitarnya dan teman temannya. Jika, permasalahannya adalah pro dengan LGBT kan sudah jelas bahwa LGBT adalah perbuatan yang dilarang oleh negara Indonesia dan sudah ada hukumnya tersendiri.
Dari ulasan di atas, RUU penghapusan kekerasan seksual harus segera disahkan melihat kepentingan berbagai pihak, terutama korban. Dengan adanya RUU ini, menjadi solusi untuk mencegah adanya tindak kekerasan seksual dan dapat membrantas tingginya angka kekerasan seksual.
Selain itu, mendorong para penegak hukum untuk menangani kasus kekerasan seksual dengan cara yang berbeda dari sebelumnya serta menjerat pelaku kekerasan seksual dengan hukuman secara adil. Sehingga lebih banyak puteri bangsa yang dapat mengukir masa depan yang gemilang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H