Penulis : Ilfa Zakiyah (S20191043)
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 yang merupakan perubahan dari Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang disahkan Oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 14 Oktober 2019 di Jakarta. Faktor yang mempengaruhi adanya perubahan Undang-undang ini ialah terkait batas usia perkawinan yang ada di Indonesia.
Dalam Pasal 7 Ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait ketentuan batas usia menikah laki-laki dan perempuan. Perkawinan bisa dilakukan apabila seorang pria mencapai umur 19 tahun dan seorang wanita sudah mencapai umur 16 tahun.Â
Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019 diperbolehkannya melakukan perkawinan yakni pria dan wanita yang sudah berumur 19 tahun. Dengan begitu, batas usia menikah menjadi 19 tahun, perubahan itu terdapat pada pasal 7 yang mengatur tentang usia diperbolehkannya perkawinan.
Perlu diketahui, pembedaan antara pria dan wanita itu menghalangi pemenuhan hak-hak dasar atau hak-hak konstitusional warga Negara, baik dalam kelompok hak-hak sipil dan politik maupun hak-hak ekonomi, pendidikan, sosial dan kebudayaan, yang sebenaranya tidak boleh dibedakan antara pria dan wanita berdasarkan jenis kelamin, hal tersebut yang memperjelas adanya diskriminasi.
Pengaturan perbedaan usia minimal perkawinan antara laki-laki dan perempuan tidak hanya menimbulkan diskriminatif dalam konteks pelaksanaan hak untuk memulai berkeluarga yang dijamin oleh Pasal 28 B ayat (1) UUD 1945, hal ini juga telah menimbulkan diskriminasi terhadap perlindungan hak anak sebagaimana telah dijamin dalam pasal 28 B ayat (2) UUD 1945.
Perubahan Undang-undang tersebut, memperbaiki norma dengan menaikkan batas minimal usia perkawinan bagi wanita. Lalu, menghasilkan batas umur perkawinan pria maupun wanita yakni 19 tahun. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi lahirnya Undang-undang Nomor 16 tahun 2019 tentang perubahan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu :
1.Batasan usia yang diatur sebelumnya tidak mampu lagi memberikan dampak positif terhadap praktek pernikahan, karena dalam prakteknya menyebabkan mengingkatnya angka perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
2.Masyarakat yang merasa resah dan terdiskriminasi dari ketentuan tersebut.
Bisa kita simpulkan, terkait usia perkawinan antara laki-laki dan perempuan sama-sama 19 tahun hendaklah dijadikan sebagai patokan terbaik dalam praktek pernikahan, terutama kepada para hakim di Pengadilan Agama yang biasa menangani kasus perkawinan dalam memberikan izin nikah bagi yang masih dibawah umur, agar ketetapan batas usia tidak hanya menjadi pajangan sehingga terciptanya tujuan dan cita-cita dari pembaharuan Hukum Keluarga tentang batas usia perkawinan di Indonesia dan pemerintah agar senantiasa berupaya mencari dan menerima masukan-masukan positif dari masyarakat untuk membawa arah hukum di Indonesia kearah yang lebih jelas dan benar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H