Mohon tunggu...
Ila Heti
Ila Heti Mohon Tunggu... -

Perempuan sederhana

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Mereka di Sana..

2 November 2012   14:18 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:04 162
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Jalanan kota kecil ini sangat sepi padahal jam dinding masih menunjukkan pukul delapan malam,sabtu malam minggu bukan malam kamis apalagi malam jum’at kliwon namun perasaanku tidak enak malam itu,seperti biasa malam minggu selalu menjadi malam yang membuatku happy, bunda mengizinkanku untuk main ke rumah mbak Dewi dia kakak kelasku saat masih kuliah dulu walau kini kami sudah berpisah tetapi kami masih tetap berteman dan bersahabat baik bahkan mbak Dewi telah aku anggap sebagai kakakku sendiri.

Malam yang dingin ketika aku sampai di depan rumah mbak Dewi,motorku aku parkir di halaman depan,tiba-tiba

“Sudah datang..?”

Aku buru-buru menoleh,dan melihat mbak Dewi memakai baju warna hijau panjang dengan memakai jilbab biru.

Mbak dewi gak pernah deh pakai apa-apa yang serasi gitu,ini baju panjang warna hijau jilbab warna biru ihh..ya udah deh

Sambutan manis dari tuan rumah malam itu membuatku semakin menambah gembira.

“Kita jalan-jalan yuk mbak”

Bersamaan dengan pertanyaanku itu,dari dalam rumah terdengar suara

“Hai sist..”,buru-buru aku menoleh ke arah suara itu,terkejut campur bingung ketika aku melihat mbak Dewi berdiri di depan pintu memakai baju panjang warna coklat tua dengan jilbab coklat muda.

Tumben bisa pas gitu bajunya..hihi

Aku melangkah masuk menuju mbak Dewi berdiri,namun setelah beberapa langkah aku teringat sesuatu.

Ha..mbak Dewi

Aku buru-buru menghentikan langkahku dan kemudian membalikkan badan ke belakang

Lhah yang tadi itu siapa dong..

Aku membalikkan badan lagi dan melangkah berlahan mendekati mbak dewi

“Kamu napa sih ?,kok bingung dan pucat gitu..sakit ya?”

“Eh gak kok,gak papa..”

“Kamu lama amat di depan berdiri,liat apa sih?,liat jalanan sepi ya.. gak seperti di Surabaya..”

“Hihihi..gak papa kok mbak..”

“Jadi jalan-jalan nich..?”

“I...ya...,ayuk deh”

“Tapi kamu gak papa? bener khan?”

“Yes...oke”

Aku masih bingung,saat mbak Dewi mengajakku jalan.

“Jangan banyak-banyak melamun ntar kesambet lhoh..”

Aku tersenyum dan kami kemudian melangkah meninggalkan rumah mbak Dewi ,kami menerobos malam dengan motorku menuju pusat kota,sesampainya di sana motor aku parkir dan kami mulai berjalan,ramai penjual dan pembeli di antara deretan barang-barang dagangan dan lalu lalang orang membuatku menjadi pusing,di antara pertokoan yang berjajar dan pedagang yang sedang menawarkan dagangannya di pinggir-pinggir pertokoan di ujung tikungan dan di antara pertokoan itu ada warung nasi yang sangat ramai,ketika kami akan melangkah menuju warung nasi itu bersama mbak Dewi ,tiba-tiba mbak dewi menarik pergelangan tanganku.

“Sini sist..”

“Aduh..”

Aku hampir terjatuh kesandung kaki mbak Dewi

“Eh maaf lhoh..”

“Gak papa..kok mbak,jalan lagi yuk”

Ketika kami akan melanjutkan jalan-jalan kami, di samping warung nasi itu aku melihat anak kecil-kecil memakai baju dan kaos warna hijau kira-kira lima belasan anak tanpa.. kedua kaki.

“Ya ALLah..!”

“Sist..”

“Ayo mbak pulang aja..”

Mbak Dewi mengangguk bingung dan kemudian kami berjalan menuju tempat parkiran mengambil motorku yang terparkir di sana,sampai di sana aku jongkok di depan motorku.

“Sist..napa?”

“Tanganku gemetar mbak..”

“Oke deh biar aku saja yang boncengin ya?”

Aku mengangguk cepat,motor kami melaju kencang menyusuri jalan yang hampir sunyi senyap,masih terbayang di pelupuk mataku ketika aku melihat anak-anak kecil itu bermain di sana,tiba-tiba aku ingin muntah pusing dan ingin pingsan,sampai di rumah mbak Dewi di parkirnya motorku oleh mbak Dewi di depan pintu rumahnya,dan kemudian aku duduk di teras depan sambil melirik mbak Dewi.

“Capek ya mbak Dew..,eh mbak tadi itu..mbak ada orang laki-laki duduk di teras itu siapa mbak?”

Tidak ada jawaban apa-apa dari mbak Dewi malam itu,

Mbak Dewi napa ya?..kok wajahnya jadi gitu sih

Wajah mbak Dewi tiba-tiba pucat bibirnya biru,dan tidak ada ekspresi apa-apa darinya

“Mbak Dew..gak papa khan?,mbak sakit ya?”

Mbak Dewi diam saja dan masuk ke dalam rumah,kemudian laki-laki yang duduk di teras itu malah menyapaku.

“Mbak temannya mbak Dewi?”

“Eh ya..,saya teman tepatnya adek kelasnya waktu kuliah dulu”

“Ohhh...ya udah,mbak Dewi napa ya?”

“Nah itu dia,tadi sih di sana biasa aja tapi kok sekarang jadi gini ya?,apa sebelumnya mbak dewi pernah seperti ini?”

“Biasa...mbak Dewi suka gini ini”

“Kalau boleh tahu mbak dewi napa ya?”

“Tenang aja ntar khan tau sendiri,ntar kalau dah tahu jangan takut ya?”

“I..ya”,aku tegang juga ingin tahu apa yang akan terjadi setelah ini

Tiba-tiba dari dalam ada suara

“Massss...mbak Dhewi punya adek lutu,cini deh..”

Aku terkejut dan melirik laki-laki di depanku sambil mengangkat jarinya sambil tersenyum dan berkata

“Tuh..ya khan?”

“Maksudnya..”

“Ayo..silakhan masuk aja,oya kenalkan aku kakak mbak Dewi”

Aku tersenyum dan kemudian melangkah masuk berdiri melihat mbak Dewi Yang duduk di lantai sambil garuk-garuk kepala,dan kemudian.

“Gawat nich..mbak Dewi kerasukan,rasanya baru lihat anak-anak kecil”

Aku yang mendengar itu tiba-tiba merinding dan jantungkupun berdegub kencang mendengar kata “anak kecil”.

Ha mbak dewi kerasukan,dan tadi kakaknya bilang dia sering seperti ini..

“Maaf mas..malah yang melihat anak-anak kecil itu aku”

“Oya..lalu”

“Iya..anak-anak itu memakai baju dan kaos warna hijau,banyak sekali tapi..”

“Tapi apa ya..!”

“Tapi gak ada kakinya semua,mereka banyak sekali mas kurang lebih lima belasan gitu”

“Di mana adek melihatnya?”

“Di pertokoan sana ada tikungan dan di pojokan itu ada warung nasi,ruame deh mas”

“Ha..di sampingnya ya?”

Aku mengangguk pelan

“Napa mas..”

“Dulu tempat itu adalah tempat para wanita-wanita aborsi,dan konon di buang di situ janinnya,sebelum menjadi pertokoan dan warung nasi seperti sekarang ini,jadi tadi adek dan mbak Dewi melihatnya?”

“Saya yang lihat mas,gak tahu kalau mbak Dewi ,tapi rasanya tadi mbak Dewi sempat menarik pergelangan tanganku tapi aku gak tahu maksudnya mas..”

“Gini aja..mbak Dewinya toh belum bisa di tanyai,sekarang gimana kalau adek pulang dulu aja gimana?,takut gak pulangnya.. khan dah malam juga,gimana”

Aku mengangguk dan malam itu pula aku berpamitan dengan kakak mbak Dewi,aku mengendarai motorku diantara angin yang berhembus menerpa jilbabku sekencang-kencangnya,sesekali aku bunyikan klaksonku dengan keras ketika aku melintasi perkebunan bunga sedap malam yang akan panen besuk pagi,suasana dan wangi sedap malam sangat berbau mistis terus terang aku sangat takut sekali dengan apa yang baru saja terjadi.

Hari berikutnya susah untukku menghubungi mbak Dewi, kurang lebih seminggu baru aku bertemu mbak Dewi di tepi jalan ketika tanpa sengaja aku melintasi depan rumah mbak Dewi siang itu,dari situ aku baru tahu kalau mbak Dewi malam itu benar-benar kerasukan anak kecil yang aku lihat malam itu dan ternyata mbak Dewi juga melihatnya,kenapa mbak Dewi ketika itu tiba-tiba menarik pergelangan tanganku pun karena mbak Dewi melihat seorang wanita memakai baju panjang dengan rambut yang tergerai panjang melirik kami,dan akupun akhirnya terbuka kepada mbak Dewi bahwa saat aku sampai di depan rumah mbak Dewi aku bertemu sosok mbak Dewi,yang ternyata sosok itu adalah bangsa lain dan bukan manusia,malam itu sepulang dari jalan-jalan mbak Dewipun merasakan badannya ringan dan kemudian panas ternyata benar dia kerasukan anak kecil itu,mbak Dewijuga bercerita kalau sebenarnya di situ adalah tempat pembuangan janin yang tidak berdosa karena aborsi dulu,di mana wanita-wanita itu aborsi mbak Dewi tidak mengetahui dengan jelas, yang jelas adalah mereka telah membuang janin itu di sana, ketika dulu masih berupa lahan yang tidak jadi untuk di bangun sebuah kantor kecamatan,mereka di sana sendiri tiba-tiba aku kasihan mendengar cerita itu.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun