Lingkungan sosial anak dalam masyarakat dimana ia dapat tumbuh dan berkembang merupakan salah satu faktor pendukung tumbung kembang anak. Sebagai orang yang mendampingi anak-anak baiknya kita tahu kan dengan siapa ia bersosialisasi dan dengan siapa harusnya ia bersosialisasi.
Nah, dalam artikel ini akan dibahas mengenai dengan siapa sih harusnya anak bermain. Dalam kehidupan sehari-hari pastilah anak akan bersosialisasi dengan banyak orang dengan tingkatan usia yang berbeda-beda, akan tetapi jika kita perhatikan ketika mereka bermain, mereka pasti akan bermain dengan teman-teman yang seusia dengan dia atau bisa dibilang teman sebaya nya. Menurut J. W. Santrock teman sebaya ialah orang dengan tingkatan usia dan pola pikir yang relatif sama atau orang dengan kesamaan usia dan tingkat kedewasaan.
 Anak-anak akan merasa nyaman jika mereka bermain atau berinteraksi dengan teman sebayanya karena mereka memiliki banyak kesamaan. Banyaknya interaksi dengan teman sebayanya maka akan memberi pengaruh pada anak. Seperti, keinginan yang kuat agar ia diterima dalam pergaulannya (Hurlock) rasa ini akan lebih kuat ketika sang anak mulai masuk sekolah.
Selanjutnya, kelompok sebaya dapat memperkuat perasangka yaitu sikap kurang baik terhadap kelompok diluar dirinya (Papalia). Hal ini sering terjadi pada anak-anak karena mereka akan beranggapan kelompok diluar dirinya tidak akan sebaik kelompoknya. Mereka cenderung membentuk benteng pada kelompoknya dan sulit menerima kehadiran individu baru dalam kelompoknya. Mereka juga akan dengan sigap memberikan penolakan terhadap perilaku yang tidak sesuai dengan kelompoknya.
Kemudian yang terakhir anak akan menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan mereka dari teman sebayanya (Desmita). Mereka akan mengamati hal-hal yang dilakukan teman sebayanya kemudian melakukan evaluasi pada dirinya. Apakah yang dilakukannya lebih baik, sama atau bahkan lebih buruk dari teman-teman sebayanya.
Dibalik pengaruh-pengaruh yang diberikan oleh teman sebaya, ada juga manfaat yang dapat diterima. Seperti dukungan moral, sosial, dan emosional anak. Kemudian, terbentuknya keterampilan anak dalam bersosialisasi seperti terjalinnya kerjasama yang baik dalam bermain, Â belajar dan melakukan hobi. Selain itu, teman sebaya juga menjadi tempat anak untuk memperoleh informasi diluar informasi yang telah diberikan keluarganya.
Dalam dunia anak permainan merupakan bagian dari kehidupan mereka. Mereka akan memiliki banyak waktu untuk bermain. Permainan memiliki jenis dan bentuk yang beragam, disini penulis akan menjelaskan permainan dalam tingkat kognitifnya. Tingkat kognitif dalam permainan menurut Papalia dibagi menjadi 4 kategori. Pertama yaitu permainan formal dengan aturan, dimana dalam melangsungkan permainan ada beberapa prosedur yang disepakati bersama seperti permainan monopoli dan kelereng. Kedua yakni permainan fungsional, permainan ini merupakan permainan dasar yang dimulai saat anak infancy (bayi) dan biasa disebut sebagai permainan gerak seperti menggerakkan kaki, tangan dan bola mata.
Ketiga yaitu bermain dramatis bermain pura-pura, fantasi dan imajinatif (Piaget) seperti bermain peran, permainan ini akan mulai dilakukan anak ketika berusia 2 tahun. Kemudian yang terakhir yakni bermain konstruktif atau biasa disebut bermain objek merupakan permainan yang membutuhkan objek dan alat dalam pelaksanaannya seperti bermain balok-balok untuk membentuk sebuah bangunan dan sebagainya.
Dalam permainan pastilah ada sisi lain seperti dimensi sosial bermain anak. Apa saja sih dimensi sosial bermain anak itu? Jadi yang pertama yaitu bermain sosial dan non sosial (Patern) seperti perilaku kosong dimana anak terlihat tidak ingin bermain tetapi ia tetap memperhatikan permainan yang dilakukan oleh teman-temannya. Berikutnya permainan paralel dimana anak akan bermain menggunakan benda sejenis namun tiap anak bermain masing-masing seperti bermain plastisin, mereka akan fokus pada permainan mereka sendiri dan kadang-kadang melihat atau sedikit berbincang dengan temannya.
Selanjutnya bermain pengamat yaitu waktu anak banyak digunakan untuk mengamati permainan yang dilakukan oleh temannya. Anak dengan tipe ini akan mengomentari atau bahkan memberi masukan pada temannya yang sedang bermain. Kemudian yang terakhir yaitu bermain kooperatif dimana anak-anak akan bermain bersama dan menentukan permainan apa yang akan mereka lakukan.
Kedua yaitu agresi yang merupakan tindakan yang ditujukan untuk menyakiti orang lain hal ini dipengaruhi oleh temperamen, agresi fisik dan juga agresi sosial. Ketiga yaitu bullying dimana ditujukannya perilaku verbal atau fisik untuk mengganggu orang-orang yang dianggap lemah. Pada jenis dimensi sosial bermain anak yang kedua dan ketiga ini patut kita wapadai dengan betul karena ketika anak mendapatkan perilaku yang demikian maka akan menyebabkan terganggunya kestabilan mentalnya.