Untuk kesekian kalinya, serial TV kera sakti diputar kembali di layar kaca, tepatnya di B-Channel. Untuk kesekian kalinya pula saya tak bosan untuk menontonnya, meski tak bisa setiap hari. Mungkin tak hanya saya yang gemar menonton serial TV ini.
Sebenarnya, ada banyak serial TV kera sakti. Yang saya maksud kali ini adalah serial TV Journey to The West tahun 1996-1998 produksi TVB. Serial TV ini merupakan yang paling sukses dibanding serial TV lainnya. Ada beberapa alasan yang menjadikan serial TV ini tak bosan untuk ditonton.
[caption id="" align="aligncenter" width="265" caption="Cover DVD Journey to The West II Produksi tahun 1998 (wikimedia.org)"][/caption]
Alurnya Jelas
Alasan yang cukup sederhana, namun penting dalam sebuah cerita, terutama serial TV. Apalagi, episode serial TV ini cukup panjang. Ada 30 episode pada seri pertama dan 42 episode pada seri kedua. Meski cukup panjang, namun cerita yang disajikan runut, mulai dari kelahiran Sung Go Kong hingga biksu Tong dan muridnya mendapat kitab suci. Sesekali, di tengah cerita disela oleh cerita terdahulu suatu tokoh yang masih berhubungan dengan biksu Tong dan keempat muridnya. Meski begitu, cerita flash back ini tidak merusak esensi dari cerita utama yang disajikan. Tak hanya itu, meski banyak sekali tokoh yang keluar masuk cerita, namun pembagiannya jelas. Kapan dia harus datang dan pergi kembali. Saya membandingkan dengan serial TV yang dibuat di Indonesia yang banyak sekali tokoh yang keluar masuk tapi tak jelas pembagiannya.
[caption id="" align="aligncenter" width="394" caption="Siluman Laba-laba, tokoh yang sering keluar masuk cerita (http://3.bp.blogspot.com)"]
Pemeran Tokoh yang Berkarakter
Keempat tokoh utama serial TV ini diperankan oleh aktor yang benar-benar mumpuni memainkan tokoh yang diperankan. Bagaimana Kwong Wa sangat apik memerankan Biksu Tong yang memegang teguh ajaran agama, tidak terpikat dengan nafsu dunia, dan menjadi biksu yang sangat disegani. Dicky Cheung yang sangat lincah memerankan Sun Go Kong, dengan mimik wajah yang nakal. Meski peran Sun Go Kong digantikan oleh Benny Chan, namun sang pengganti ini juga tak kalah bagusnya dengan Dicky Cheung. Tetap lincah dan enerjik. Begitu pula Wayne Lai Yiu yang memerankan Chu Pat Kay. Angkat topi buat pemeran Chu Pat Kai ini. Sampai orang akan langsung teringat kepada Chu Pat Kay jika mendengar kata derita cinta. Apalagi pemeran Sha Wu Jing (Evergreen Mak). Tagline “kedunguannya” benar-benar melekat. Rata-rata pemeran tokoh utama tersebut sudah malang melintang berkarir di dunia peran. Tak hanya tokoh utama, beberapa tokoh lain juga menunjukkan kelasnya. Sebut saja pemeran Dewa Er Lang, Siluman Laba-laba, Siluman Kerbau, dsb
[caption id="" align="aligncenter" width="302" caption="Pemeran Biksu Tong (kwongwa.net)"]
Cerita yang Kocak
Ada banyak cerita kocak dalam serial ini. Yang menurut saya paling kocak adalah saat biksu tong dkk bertemu tiga siluman yang menyamar menjadi pendeta Tao. Mereka beradu kepintaran guna membebaskan para biksu yang ditawan raja. Cerita lain yang tak kalah kocak adalah saat mereka berada di negeri wanita, saat keempat tokoh itu hamil dan melahirkan anak. Masih banyak cerita kocak lain, terlebih jika ada adegan Cu Pat Kay yang lebay. Cerita-cerita kocak ini menjadi magnet tersendiri untuk terus menonton adegan demi adegan.
[caption id="" align="aligncenter" width="384" caption="Lihatlah bagaimana kocaknya wajah Sung Go Kong (asiatorrents.me)"]
Setting yang niat
Tak bisa dipungkiri, setting juga menjadi kesuksesan sebuah serial TV apalagi yang bertema sejarah. Saat mereka meneruskan perjalanan, mereka benar-benar berjalan di tengah padang pasir, di tengah hutan, dan di tepi sungai. Saat beristirahat di sebuah desa, mereka benar-benar di sebuah desa yang hidup. Demikian pula saat beristirahat di sebuah kuil yang banyak sarang laba-laba, benar-benar terlihat seperti aslinya. Memang untuk beberapa setting terlihat memaksa, seperti saat kera raksasa menyerang istana raja Tong dan saat beberapa adegan bertarung. Tapi secara keseluruhan serial TV ini menggunakan setting yang niat dan jelas.
[caption id="" align="aligncenter" width="400" caption="Saat adegan di bawah kaki Gunung (http://xemvn.net)"]
Kostum dan Make Up
Nah ini juga yang menjadi kekuatan serial TV ini. Para pemain menggunakan kostum dan make up sesuai perannya. Bagaimana kostum Biksu Tong, Kera Sakti, Patkay, dan pemeran lainnya. Simpel tapi dapat. Maksudnya tak terlalu wah namun mengena. Apalagi kostum yang dikenakan Cu Pat Kay, kira-kira perutnya diberi sumbatan apa ya?
[caption id="" align="aligncenter" width="488" caption="singpao.com"]
Pesan Moral yang Jelas
Tak hanya menghibur, serial TV ini memiliki pesan moral yang jelas. Memang pesan moral yang terkandung sesuai dengan ajaran agama Buddha. Namun tak tertutup kemungkinan pula bagi pemeluk agama lain juga bisa mengambil hikmahnya. Salah satu yang paling mengena adalah saat Biksu Tong bertemu Biksu lain dan Siluman Beruang. Di situ digambarkan betapa biksu tersebut salah dalam memaknai ajaran agamanya. Agama hanya menjadi simbol untuk meraih kehormatan dan status sosial. Padahal bukan itulah tujuan sebenarnya dalam memaknai sebuah ajaran agama.
[caption id="" align="aligncenter" width="307" caption="Beginilah Cinta, Deritanya Tiada Akhir (googleusercontent.com)"]
Masih banyak sebenarnya alasan yang mendukung serial TV ini untuk selalu ditonton. Memang bagaimanapun juga, serial TV ini tak lepas dari kekurangan. Meski begitu, setidaknya serial TV Kera Sakti ini bisa menjadi inspirasi bagi serial TV di Indonesia yang bertema sama agar enak ditonton dan tidak berakhir menyedihkan.
Sekian. Mohon maaf jika ada kesalahan. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H