Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Secuil Kisah SMK

30 Mei 2014   21:03 Diperbarui: 23 Juni 2015   21:56 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

SMA atau SMK?



Pertanyaan yang terus saya ulang saat murid bimbel saya yang duduk di kelas IX SMP pamitan. Ke manakah gerangan mereka akan meneruskan pendidikannya. Dari sekitar 11 murid, 9 diantaranya mantap memilih akan meneruskan ke SMK. Jurusan yang dipilih pun beragam. Namun, paling banyak memilih jurusan yang bergelut di bidang komputer dan sejenisnya, seperti multimedia, TKJ (teknik komputer jaringan), hingga RPL (rekayasa perangkat lunak). Hanya beberapa yang memilih ke jurusan lain seperti perhotelan, otomotif, dan pelayaran. Untuk yang memilih melanjutkan ke SMA memang mereka sudah niat akan meneruskan ke jenjang S-1.

Saya lalu menanyakan mengapa mereka lebih memilih SMK dibandingkan SMA. Apa tidak ingin mencoba belajar di perguruan tinggi. Mereka bertekad belum niat, yang mereka inginkan hanya segera bekerja setelah lulus SMK. Saya memaklumi hal ini mengingat rata-rata mereka memang berasal dari kalangan kurang mampu.

SMA atau SMK, memang dua pilihan sulit yang biasa dialami lulusan SMP. Namun, yang saya lihat mereka masih belum banyak mengetahui kekurangan antara SMA dan SMK, meski keduanya memiliki kelebihan masing-masing. Kita tahu jika kita bersekolah di SMA, maka mau tak mau sebenarnya kita harus menempuh sekolah lagi, entah itu S1 atau D3. Di SMA, kita hanya mendapat materi pelajaran yang dijadikan bekal untuk masuk ke perguruan tinggi. Meskipun sekarang tak sedikit pula SMA yang mengasah keterampilan siswanya di luar bidang akademis.

Memilih SMK memang lebih banyak keterampilan yang didapatkan, terutama keterampilan di dunia kerja. Namun, jika kita memilih SMK maka materi pelajaran yang diterima tak sebanyak siswa SMA. Nah, hal ini yang sedikit banyak menjadi bumerang bagi siswa SMK yang ingin sekali melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Saya pernah mendapat permintaan untuk membimbing seorang siswa SMK dari jurusan persiapan grafika (percetakan). Dia ingin sekali masuk ke jurusan teknik informatika di sebuah PTN melalui SNMBPTN (jalur tes). Kebetulan dia meminta bantuan untuk mata pelajaran matematika dan kimia. Saat saya bertanya materi apa yang sudah diajarkan di SMK dulu, dia hanya menjelaskan sekilas materi. Materi ini menurut saya masih cukup dangkal. Seperti matematika yang isinya banyak mengulang materi SMP dan materi kimia yang kebanyakan materi dasar di kelas X SMA. Saya berkata jika kamu ingin bisa, maka kamu harus belajar cukup ekstra, mengingat jurusan PT yang dipilih adalah jurusan IPA. Kita tahu sendiri jurusan IPA memang cukup angker terkecuali bagi beberapa mereka yang suka dengan hitung-hitungan dan logika.

Inilah salah satu tantangan yang harus dialami siswa SMK jika mereka ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Memang tak ada keharusan bagi lulusan SMK ke PT, namun jika PT yang mereka inginkan meminta tes seperti layaknya lulusan SMA, mereka harus berjuang keras.

Berbicara masalah lulusan SMK, banyak sekali cerita. Banyak dari mereka yang sukses mengembangkan usahanya, seperti teman saya, lulusan SMK tata busana yang berhasil membuka sebuah butik. Ada pula teman saya, seorang lulusan SMK teknik otomotif yang berhasil mengembangkan usaha bengkel mobil ayahnya. Namun, tak sedikit pula yang belum sukses. Seorang teman lulusan SMK PDG (produksi grafika) memilih meneruskan kuliah kembali karena sudah tak cocok lagi dengan bidang yang ia tekuni. Ada pula teman lulusan SMK multimedia yang memulai kuliah S1 bahasa Inggris. Menurut pengamatan saya, mereka yang masih belum berhasil ini saat memilih jurusan SMK tidak berdasarkan passion mereka. Ada yang karena jurusan yang ia pilih cukup keren sehingga ikut-ikutan. Nah ini yang menjadi hal yang cukup disayangkan. Saya berpesan kepada murid saya tadi dalam memilih jurusan di SMK. Jangan sampai ikut-ikutan, atau dipaksa orang tua. Pilihlah apa yang disukai dan mampu. Sebelum memilih pula, saya sarankan untuk mencari tahu gambaran apa saja yang akan dipelajari saat di SMK nanti. Bagaimana kegiatan Pendidikan Sistem Ganda (PSG) yang diterapkan. Dan bagaimana pula daya serap kerja jurusan tersebut. Jangan sampai pula mutung di tengah jalan seperti sepupu saya yang awalnya semangat masuk SMK mesin namun saat kenaikan kelas memutuskan mengulangi kelas satu SMA dan pindah sekolah. Dia kaget ternyata yang dipelajari jauh dari apa yang ia bayangkan. Sayang kan. Bagaimana pun mereka sudah cukup dewasa dalam menentukan pilihannya.

Satu hal lagi, pihak sekolah (SMP) sebenarnya perlu proaktif menyosialisasikan masalah SMA dan SMK ini. Mengingat masih banyak siswa kelas IX SMP yang cukup blank mengenai masalah ini. Pihak sekolah, dalam hal ini bimbingan dan konseling (BK) sepertinya perlu menerangkan hal ini, seperti yang dilakukan BK  SMA dalam menyosialisasikan perguruan tinggi. Pihak sekolah SMP bisa bekerja sama dengan pihak SMK untuk melakukan kegiatan ini. Semuanya bertujuan untuk kebaikan siswa itu sendiri. Kegiatan ini memang cukup banyak yang melaksanakannya, tapi masih ada juga yang belum.

Apapun pilihannya semuanya kembali kepada yang bersangkutan. Semoga para lulusan SMP memperoleh nilai UN yang memuaskan dan mendapat sekolah sesuai keinginan guna meraih cita-cita. SMA atau SMK sama saja, tergantung usaha kita dalam berusaha. Sekian, semoga bermanfaat, mohon maaf jika ada kesalahan, salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun