Olahraga menyatukan berbagai bangsa
[caption id="" align="aligncenter" width="460" caption="static.guim.co.uk"][/caption]
Mungkin slogan tersebut terdengar indah untuk didengarkan. Tapi tidak bagi dua Korea yang masih memendam bara api setelah hampir 60 tahun melakukan gencatan senjata. Asian Games 2014 justru menjadi sesuatu yang dapat menyulut perang bagi dua negara yang masih satu bangsa tersebut.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, tahun ini penyelenggaraan Asian Games diadakan di Korea Selatan, salah satu negara yang terdepan di kawasan Asia. Bagi Korea Utara, mungkin saja ajang penyelenggaraan Asian Games ini menjadi ajang pembuktian kepada Asia bahwa negaranya dapat unggul, terlebih di tanah “mantan saudara” dan “musuh baru” Korea Selatan. Sukses di ajang Asian Games kali ini mungkin menjadi catatan tak terlupakan bagi rakyat Korea Utara, terlebih mereka baru saja mendapat pemimpin baru.
Sebelum pembukaan Asian Games, perang sudah berlangsung. Diawali dengan munculnya protes pengibaran bendera Korea Utara di berbagai sudut kota Incheon oleh warga Korea Selatan. Tak pelak, akibat protes ini, bendera-bendera peserta Asian Games yang dipasang sebelumnya (termasuk bendera Indonesia) diganti dengan bendera Komite Olimpiade Asia dan Bendera Asian Games 2014.
Lalu, masalah mengenai biaya dan akomodasi atlet dan ofisial. Pihak Korea Utara bersikeras bahwa masalah itu ditangani oleh tuan rumah. Sedangkan pihak Korea Selatan bersikukuh bahwa sesuai peraturan yang telah ditetapkan secara internasional, masalah ini ditanggung negara yang mengirimkan kontingan. Bisa dikatakan, bayar sendiri-sendiri.
Meskipun akhirnya pihak Korea Utara (Korut) setuju dengan keputusan pihak Korea Selatan (Korsel), namun Korut masih ingin “memanas-manasi” Korsel. Apalagi kalau bukan kedatangan rombongan heboh para supporter dari Korea Utara, atau yang sering disebut “army of beauties”. Rombongan supporter ini pernah membuat heboh pada Asian Games 2002 yang juga dilaksanakan di Korsel, tepatnya di Kota Busan. Saat itu, yel-yel Korut membahana di salah satu kota terbesar di Korsel itu, terutama saat atlet dari Korut memenangkan medali emas. Bisa jadi, pihak Korsel takut jika terjadi gesekan dengan warga Korsel saat rombongan dari Korut tersebut datang dengan jumlah besar. Atau mungkin juga, saat tim Korsel kalah dengan tim Korut dalam suatu pertandingan, maka bisa dibayangkan bagaimana reaksi suporter Korsel.
[caption id="" align="aligncenter" width="468" caption="metrotvnews.com"]
Tensi memang cukup panas, tapi rasanya warga Korsel bisa dibilang bisa bertindak dewasa. Hal ini dibuktikan dengan penyambutan rombongan kontingen Korut oleh warga Korsel di penginapan mereka. Nah kalau akur begini sebenarnya yang menjadi harapan warga Asia yang mengikuti Asian Games dan dunia.
[caption id="" align="aligncenter" width="420" caption="Rombongan kontingen Korut yang disambut warga Korsel (korea.net)"]
Sebenarnya, meskipun dua Korea berseteru di luar arena, seperti saat Korut memboikot Asian Games 1986 dan 1994, mereka pernah bersatu dalam bendera semenanjung Korea. Tepatnya, pada kejuaraan tenis meja dunia ke-41 yang diadakan di Chiba, Jepang tahun 1991. Dua korea bersatu untuk menghadapi tembok besar China yang tak terkalahkan dalam beberapa even. Kisah perjuangan mereka bisa anda saksikan dalam film “As One” yang dibintangi oleh Ha-Ji-Won. Dari kisah ini sebenarnya bisa dikatakan jika dua Korea ini bersatu, kekuatan mereka setara dengan China yang mendominasi Asia. Namun, persatuan mereka hanya berlangsung dalam even tersebut.
[caption id="" align="aligncenter" width="520" caption="Dua petenis meja putri Korea Bersatu pada kejuaraan dunia 1991 (hanacinema.net)"]
Berbicara prestasi Korut sendiri di pentas Asian Games bisa dibilang tak terlalu buruk. Memang, jika dibandingkan dengan China, Korsel, dan Jepang, mereka kalah jauh. Tapi, atlet-atlet mereka yang memiliki semangat juang cukup tinggi patut diwaspadai oleh atlet dari kontingen lain, termasuk Indonesia. Buktinya, pada pertandingan perdana cabang sepakbola, mereka bisa menghantam tembok China dengan skor 3-0. Pada Asian Games 2002 di Busan, Korsel, mereka mendulang 9 medali emas, 11 medali perak, dan 13 perunggu. Namun, di dua Asian Games selanjutnya mereka mengalami penurunan dengan membawa 6 medali emas. Pada Asian Games kali ini, mereka akan turun di 14 cabang olahraga, diantaranya renang, sepakbola, panahan, dan tinju.
Dan bisa dipastikan, perang Korea akan benar-benar terjadi, terutama pada cabang-cabang olahraga andalan dua Korea. Kalau sudah begini, bisakah kontingen Indonesia mendapat untung dari perang Korea? Hanya satu jawabannya, dengan semangat dan kerja keras atlet-atlet kita yang berlaga di sana serta tentunya doa dan dukungan dari kita semua, rakyat Indonesia.
Mari kita satukan tekad mendukung atlet kita agar lagu Indonesia Raya terus berkumandang di negeri para pelantun K-Pop tersebut. Sekian, semoga bermanfaat, mohon maaf jika ada kesalahan.
Salam olahraga.
Sumber:
http://www.theguardian.com/world/2014/sep/18/tensions-north-south-korea-incheon-asian-games
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H