Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai konsep dasar drug design. Sebagai pengingat, drug design dilakukan dengan pemilihan suatu senyawa yang memiliki kemiripan (analogi) dengan suatu target. Kemiripan ini dapat berupa struktur maupun aktivitas biologisnya. Penelitian drug design dengan computer merupakan simulasi dari penelitian secara eksperimen. Meskipun begitu, kegiatan simulasi ini juga harus tetap memperhatikan hasil-hasil penelitian eksperimen yang telah dilakukan.
Secara garis besar, terdapat dua jenis drug design, yakni berdasarkan reseptor (SBDD) dan berdasarkan ligan (LBDD). Dua jenis drug design tadi dibedakan berdasarkan sumber informasi yang digunakan.
SBDD menggunakan informasi reseptor. Reseptor merupakan suatu molekul yang jelas dan spesifik terdapat dalam organisme, tempat molekul obat (agonis) berinteraksi membentuk suatu kompeks yang reversibel sehingga pada akhirnya sehingga menimbulkan respon. Jangan pusing dulu. Misalkan begini. Zat A yang dikeluarkan oleh suatu bakteri menyerang zat B yang merupakan zat di dalam tubuh. Nah zat B inilah yang disebut dengan reseptor. Atau mudahnya, zat yang diserang oleh suatu penyakit di dalam tubuh.
Pada SBDD, reseptor inilah yang menjadi pusat perhatiannya. Beberapa reseptor yang biasa menjadi titik perhatian adalah urutan asam amino dan protein. SBDD sendiri terdiri dari dua metode, yakni desain de nuvo dan metode docking.
1.Desain de nuvo
Metode ini menitikberatkan pada struktur resptor yang telah diketahui. Struktur reseptor ini diketahui dari analisis kristalografi dan spektofotomerti NMR. Kristalografi merupakan analisis menggunakan difraksi sinar-X yang akan menggambarkan bentuk kristal dari suatu senyawa. Mudahnya seperti ini, anda tahu kan garam dapur? Kalau dilihat secara sekilas, maka akan terlihat seperti serbuk putih saja. Namun, jika diamati seksama menggunakan analisis kristalografi, maka akan terlihat susunan atom Na dan Cl yang teratur dan berulang.
Sedangkan analisis spektofotometri NMR menggunakan gelombang mikro dengan bantuan interaksi medan magnetik dan inti atom. Analisis ini akan menghasilkan informasi mengenai atom C, H, dan beberapa atom lain yang menyusun sebuah senyawa. Dari penggabungan dua analisis ini maka akan diketahui struktur sebuah reseptor.
Setelah diketahui strukturnya, maka langkah selanjutnya dilakukan pemodelan. Namun, untuk reseptor yang berukuran besar, tidak semuanya dilakukan pemodelan. Hanya bagian yang berikatan dengan target saja. Misalkan tadi zat B yang akan dilakukan pemodelan. Zat B ini memiliki 5 buah jari. Namun hanya 2 jari yang akan berikatan dengan target yang selanjutnya akan berinteraksi. Maka hanya dua tangan ini yang akan digambar dan dilakukan perhitungan. Setelah perhitungan selesai barulah obat dirancang untuk dites drive secara eksperimen.
[caption id="attachment_308163" align="aligncenter" width="453" caption="Dari 5 jari, hanya 2 yang digunakan. Prinsip dasar de nuvo"][/caption]
Kesimpulannya: Reseptor digambar bagian penting, dicari senyawa yang mampu berinteraksi, rancang obat, dan uji aktivitas di laboratorium.
[caption id="attachment_308164" align="aligncenter" width="482" caption="Bisakah kalian membantu Dora menggunakan desain de nuvo? Ayo ulangi langkahnya ya"]
![1400812406869266257](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1400812406869266257.jpg?t=o&v=770)
2.Metode docking
Pada metode docking ini, suatu senyawa baru akan diteliti untuk memperkuat senyawa lama dalam kemampuannya berkompetisi dengan sebuah target. Misalkan begini, zat C sudah dikenal mampu berkompetisi dengan zat A (target penyakit) dalam bereaksi dengan zat B. ada sebuah hipotesis bahwa zat D, yang memiliki kemiripan dengan zat C. Zat D diduga mampu juga berkompetisi dengan zat A dalam bereaksi dengan zat B. Nah maka para peneliti melakukan metode docking untuk mengetahui apakah zat D mampu melakukan hal yang sama dengan zat C, atau bahkan melebihi kemampuan zat C. Intinya metode ini dilakukan untuk mengembangkan senyawa obat yang sudah ada.
[caption id="attachment_308165" align="aligncenter" width="481" caption="Untuk mengembangkan obat yang merupakan senyawa C, maka diteliti senyawa D yang analago (mirip) dengan senyawa C"]
![14008125041730493174](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14008125041730493174.png?t=o&v=770)
Konsep dasar metode ini adalah perbedaan energi yang dimiliki. Semakin rendah energy senyawa tersebut, maka semakin stabil. Kemampuan dalam menghadapi target akan semakin efektif.
Ilustrasinya seperti ini. Zat C memiliki struktur yang mirip dengan zat D. Hanya saja zat memiliki “tangan” ion Cl- sedangkan zat D memiliki tangan ion OH-. Dua zat ini lalu dihitung energinya. Ternyata zat D memiliki energi lebih rendah dibandingkan zat C. Maka, zat D akan diusulkan menjadi pendamping Jokowi eh maksudnya diusulkan untuk disintesis dan diuji aktivitasnya.
Kesimpulannya : Cari senyawa analog dengan senyawa obat sebelumnya, cari perbedaan, hitung energi, jika hasil memuaskan disintesis, lalu uji aktivitas di laboratorium.
[caption id="attachment_308166" align="aligncenter" width="524" caption="Bisakah kalian memabantu Dora menemukan Metode Docking? Ayo katakan bersama-sama."]
![14008125831926514904](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14008125831926514904.jpg?t=o&v=770)
Baiklah sekian dulu mengenai metode SBDD. Biar tidak pusing, mengenai metode lainnya akan dibahas pada kesempatan berikutnya. Terakhir, pesan penulis, janganlah phobia terhadap obat dari dokter karena semuanya telah dirancang sedemikian rupa. Kita sekuat tenaga berusaha, tapi tetap Tuhanlah yang menentukan. Semoga hari anda menyenangkan, semoga bermanfaat salam.
Sumber: Prof. Dr. Harno Dwi Pranowo, M.Si. 2009. Peran Kimia Komputasi dalam Desain Molekul Obat. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada
Gambar:
http://nyoobserver.files.wordpress.com/
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI