Mohon tunggu...
Ikrom Zain
Ikrom Zain Mohon Tunggu... Tutor - Content writer - Teacher

Hanya seorang pribadi yang suka menulis | Tulisan lain bisa dibaca di www.ikromzain.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kisah Kauman, Cerminan Toleransi Umat Beragama di Pusat Kota Malang

30 Oktober 2016   15:40 Diperbarui: 31 Oktober 2016   14:02 392
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Agung Jami' Malang yang dibangun tahun 1875

Bagi yang pernah mengunjungi atau tinggal di Kota Malang, pasti tahu bangunan satu ini.

Masjid Agung Jami’ Malang. Itulah namanya. Masjid yang terkenal karena berita toleransi beragama ini berdiri kokoh hingga kini. Di sebelahnya, sebuah gereja kuno juga berdiri berdampingan. Ketika masing-masing umat merayakan hari besar agamanya, dua bangunan itu menjadi saksi indah bahwa di Kota Malang, gesekan antar agama adalah sesuatu yang sangat ‘mustahil’.

GPIB Immanuel yang berdiri di dekat Masjid Jami'
GPIB Immanuel yang berdiri di dekat Masjid Jami'
Dua bangunan itu terletak di sebuah tempat bernama Kauman. Secara administratif, Kauman adalah sebuah kelurahan di Kecamatan Klojen, Kota Malang. Berbatasan dengan Celaket di sisi utara, Kidul Dalem di sisi timur, Kasin di sisi selatan, serta Bareng di bagian barat. Nama Kauman sendiri sebenarnya juga digunakan sebagai nama daerah di beberapa Kabupaten/Kota, semisal di Bojonegoro, Tulungagung, Jepara, dan lain sebagainya. Jika diartikan, Kauman bentukan dari dua kata, yakni “Kaum” dan “Iman”.

Para sejarawan memiliki beberapa pendapat mengenai perkembangan Kauman. Menurut Handinoto (1996:19) Kauman adalah daerah di sebelah barat Alun-alun Malang. Selain terdapat Masjid Jami’, di daerah ini juga digunakan sebagai tempat tinggal para pemuka agama yang terkait dengan aktivitas keagamaan di Masjid Jami’. 

Namun, ternyata Masjid Jami’ sendiri baru dibangun pada tahun 1875. Padahal, jauh sebelum aktivitas di masjid tersebut, perkampungan di daerah tersebut sudah ada, meskipun pusatnya bukan di daerah sekitar Masjid Jami’.

Perkampungan tersebut adalah Talon (kini dikenal dengan nama Talun). Nama Talon sendiri adalah nama perkampungan di bagian utara Kelurahan Kauman, yang berbatasan dengan Bareng, tempat Mal Olympic Garden (MOG) berdiri. Nama Talon tercantum dalam Prasasti Pamotoh, yang berangka  tahun 1198 M dan ditulis oleh Mpu Mpu Dawaman.

Prasasti yang kini disimpan di dalam museum Mpu Tantular, Sidoarjo menceritakan bahwa ada seorang Rakryan Patang Juru yang bernama Dyah Limpa, diberi hadiah oleh Sri Maharaja. Hadiah tersebut beberapa daerah di Malang, dan Talon adalah salah satunya.  Dari prasasti tersebut, banyak pendapat bahwa daerah Talon telah ada sejak akhir abad XII.

Salah satu gang perkampungan padat penduduk di Talun
Salah satu gang perkampungan padat penduduk di Talun
Nama Talun sendiri berarti kebun luar di tepi hutan yang belum lama dibuka. Penamaan ini memberi gambaran tentang pembukaan areal hutan untuk perkebunan serta pemukiman bagi para petaninya. Nama Talun juga tergambar pada lagu “Kidang Talun”, yakni penggambaran kijang yang hidup di tepian hutan. Meski sudah dihuni oleh peradaban manusia, daerah Talun kala itu bukanlah daerah yang ramai. Pemukiman yang ada hanya sebatas pada daerah  di sekitar kebun. Artinya, pemukiman di Talun hanya berisikan para petani saja yang juga merawat kebunnya. 

Talun baru menjadi ramai tatkala terjadi pemindahan pusat pemerintahan Katemenggungan Malang dari Madyopuro ke Jodipan (baca : Kampung Warna-Warni Jodipan, Kampung Bersejarah Pembentuk Kota Malang). Talun semakin ramai ketika pembangunan Alun-alun Malang, beberapa tahun setelah pembangunan Masjid Agung Jami. 

Pembangunan terus dilakukan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan menggeser perkampungan pribumi di sana untuk dijadikan loji bagi warga Belanda. Saya jadi teringat tentang kisah almarhum Kakek saya yang bercerita bahwa dulu sebenarnya keluarga besar kami tinggal di daerah Talun. Akibat tukar guling yang tidak adil oleh pemerintah kolonial (baca: digusur), akhirnya keluarga besar kami digantikan dengan sebidang tanah di sekitar daerah yang bernama Mergan, sekitar 2 kilometer dari Talun.

Koleksi Pribadi
Koleksi Pribadi
Dari fakta adanya perkampungan Talun yang lebih dulu ada sebelum pembangunan masjid Jami’, maka nama Kauman diyakini baru digunakan sejak pembangunan  masjid tersebut. Artinya, Kauman adalah nama baru, menggantikan  Talun, yang hanya tersisa sebagai daerah bagian dari Kauman.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun